Suara.com - Baru-baru ini anggaran aneh DKI Jakarta ditemukan di era Gubernur Anies Baswedan. Keanehan serupa juga pernah terjadi di era Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok.
Kontroversi Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) DKI Jakarta mulai menjadi sorotan warganet setelah anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) William Aditya Sarana mengungkapnya di media sosial.
William menulis di Twitter, Selasa (29/10/2019) malam, telah menemukan anggaran aneh pembelian lem Aibon senilai Rp 82 miliar lebih oleh Dinas Pendidikan DKI Jakarta.
Tidak hanya itu, terungkap pula anggaran aneh untuk pengadaan pulpen Rp 105.000 per buah, pengadaan jasa influencer sebesar Rp 5 miliar dan sebagainya.
Baca Juga: Sistem Anggaran Buatan Ahok Masih Andalkan Manusia, Anies: Ini Akan Diubah
Sikap Anies Baswedan
Mengetahui keganjilan dalam Kebijakan Umum Anggaran-Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) tersebut, Anies Baswedan murka.
Ini terlihat dari video yang diunggah ke Youtube oleh akun Pemprov DKI Jakarta.
Anies marah dan heran dengan adanya anggaran pembelian pulpen yang mencapai Rp 635 miliar.
"Di tempat ini saya punya tiga pulpen, masih mau belanja lagi? di mana-mana ini ada pulpen. Saya tanya, yang bikin ini (pulpen) siapa? pabrik. Bapak ibu kirimkan uang ke mana? Teruskan saja, terus bilang, ya kami menghadirkan keadilan sosial. Belum lagi yang dikantong kita semua. Stop doing this," tegas Anies.
Baca Juga: Pemprov DKI Akui RPABD 2020 Bocor, Seharusnya Tak Bisa Diakses Publik
Anies meminta kepada jajarannya untuk menghapus anggaran belanja yang tidak jelas itu.
"Bapak ibu, bereskan itu semua. Semua harus benar-benar bersih, tidak boleh lagi ada anggaran-anggaran yang tidak jelas tujuannya dan kita bereskan sesingkat-singkatnya," sambungnya.
Secara tidak langsung Anies juga menyalahkan sistem e-budgeting yang membantu menyusun anggaran tersebut.
E-Budgeting adalah sistem penyusunan anggaran buatan Gubernur DKI Jakarta sebelumnya, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
"Ini sistem digital tetapi masih mengandalkan manual, sehingga kalau ada kegiatan-kegiatan jadi begini," ujar Anies di Balai Kota, Jakarta Pusat, Rabu (30/10/2019).
"Kalau sistem smart, maka dia akan melakukan verifikasi untuk kegiatan a,b,c,d. Enggak logis kalau dilakukan dengan angka tidak proposional," imbuhnya.
Anies menegaskan, tidak ingin memberikan hal serupa ke gubernur Jakarta selanjutnya.
"Karena saya menerima warisan nih, sistem ini. Saya tidak ingin meninggalkan sistem ini untuk gubernur berikutnya," kata dia.
Sikap Ahok
Era kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok terbilang sangat ketat dan fokus pada pelayanan publik. Termasuk saat menemukan anggaran aneh dalam RAPBD DKI Jakarta.
Ahok langsung mencoret dokumen rancangan APBD tahun 2015. Persisnya pada dokumen program "Sosialisasi SK Gubernur DKI" yang diajukan DPRD senilai Rp 8,8 triliun.
Saat itu BTP mencoret dan menulis "pemahaman nenek lu".
"Sewaktu gue lihat, apa-apaan nih! Gue kasih lingkaran terus tulis 'pemahaman nenek Lu!'. Apa yang mau disosialisasi dari SK Gubernur? Tinggal dilihat doang, makanya gue tulis 'Nenek lu!' di lingkaran. Balikin. Sudah baca 'nenek lu!' tersinggung kali mereka," ucap Ahok pada Selasa (3/3/2015).
Tulisan itu pula yang meruncingkan perseteruan pemprov yang kala itu dipimpin Ahok dengan sebagian besar anggota dewan.