Suara.com - Rancangan APBD DKI Jakarta kembali disorot negatif setelah sebelumnya ditemukan anggaran untuk lem aibon senilai Rp 82 miliar. Kali ini, ditemukan anggaran untuk membeli pena atau bolpoin dengan biaya mencapai Rp 124 miliar.
Data tersebut tercantum dalam Kebijakan Umum Anggaran Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) tahun 2020.
Draf tersebut diunggah di situs penyedia informasi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta, apbd.jakarta.go.id.
Anggota DPRD Fraksi PSI, William Aditya Sarana mengaku heran terhadap adanya anggaran tersebut. Ia meminta agar satuan kerja yang membuat anggaran itu bertanggungjawab.
Baca Juga: Dokumen Berisi Anggaran Rp 82 M untuk Beli Lem Aibon Sekolah di DKI Dihapus
"Saya mau tahu yang mengusulkan siapa dan alasannya apa, nilai-nilai yang diajukan fantastis sekali," ujar William dalam keterangan tertulis, Rabu (30/10/2019).
Selain itu, ia juga meminta agar Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menjelaskan sendiri persoalan tersebut.
Pasalnya, kata William, banyak lagi temuan anggaran yang kontroversial dalam draf KUA-PPAS itu.
"Itu baru sebagian saja, masih ada puluhan lainnya yang akan kami tanyakan satu-satu," kata dia.
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta kembali membuat anggaran kontroversial. Kali ini, Pemprov membuat anggaran untuk membeli lem aibon dengan total biaya mencapai Rp 82 miliar.
Baca Juga: Ada Anggaran Rp 82 Miliar untuk Beli Lem Aibon, Disdik DKI: Sedang Dicek
Anggaran itu tercantum dalam Kebijakan Umum Anggaran Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) tahun 2020.
KUA-PPAS ini dibuka melalui laman daring penyedia data Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) DKI, yakni apbd.jakarta.go.id.
Dalam laman daring tersebut tertera, lem aibon itu dianggarkan untuk 32.500 orang. Harga satuannya disebutkan sejumlah Rp 184.000.
Pengadaan lem aibon ini untuk 12 bulan atau 1 tahun. Totalnya untuk anggaran ini dituliskan sebesar Rp 82,800,000.
Bukan hanya kali ini anggaran dalam KUA-PPAS 2020 Pemprov DKI menuai kontroversi. Sebelumnya, terdapat beberapa pengajuan anggaran yang membengkak, salah satunya adalah anggaran untuk tim gubernur untuk percepatan pembanguan (TGUPP) yang naik Rp 7,5 Miliar menjadi Rp 26,5 miliar. Setelah ramai dikritik besaran anggaran ini direvisi menjadi Rp 21 miliar.
elain anggaran untuk TGUPP anggaran pengadaan antivirus dan pembelian data base juga menjadi sasaran kritik lantaran mencapai Rp 12 Miliar.
Sedangakan anggaran lainnya yang dinilai terlampau besar adalah anggaran renovasi rumah dinas Gubernur sebesar Rp 2,4 miliar.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sendiri kerap dikritik karena draf KUA-PPAS itu tidak kunjung dipublikasi. Padahal, pihak Anies mengklaim sudah transparan soal itu.