Suara.com - Kaum aktivis yang juga warga Papua menilai kunjungan Presiden Jokowi ke daeah mereka tidak bermanfaat bagi masyarakat. Kunjungan itu dituding justru menonjolkan agenda politik ekonomi yang merugikan.
Direktur Eksekutif Kantor United Liberation Movement for West Papua Markus Haluk mengatakan, kunjungan itu berorientasi kepada pembangunan infrastruktur, dan mengabaikan rasa keadilan orang Papua yang terluka akibat rasisme dan berbagai kekerasan.
Bahkan, Markus Haluk menegaskan, kunjungan Jokowi itu sebagai pencitraan yang tak bakal menyelesaiakan masalah Papua.
Haluk mengatakan, politik ekonomi Jokowi yang berorientasi kepada pembangunan infrastruktur adalah bentuk pendudukan Indonesia atas Papua.
Baca Juga: Pesona Jembatan Youtefa di Papua yang Baru Saja Diresmikan Presiden Jokowi
“Jokowi tidak bisa lagi terus menerus membangun pencitraan di Papua. Politik pembangunan ekonomi semata-mata bentuk nyata [dari] politik pendudukan Papua secara masif dan sistematis,” ungkap Haluk seperti diberitakan Jubi.co.id.
Haluk menyatakan, Jokowi seharusnya memahami kondisi dan aspirasi rakyat Papua yang selama dua bulan terakhir berjuang melawan politik rasisme Indonesia.
Rakyat Papua turun ke jalan untuk mengecam kasus persekusi dan rasisme terhadap para mahasiswa Papua di Surabaya pada 16 dan 17 Agustus 2019.
Alih-alih mendapatkan keadilan atas kasus itu, rakyat Papua justru menghadapi tindakan represif aparat yang menembak, menangkap dan memidanakan puluhan orang.
“Selama [gelombang aksi] tolak rasisme, sudah ada 44 orang Papua mati, [termasuk karena] ditembak. Ada puluhan orang menjadi tersangka. Banyak orang asli Papua lainnya sedang menderita karena terluka tembak,”ungkap Haluk.
Baca Juga: Restui jadi Pembantu Jokowi, Amien Rais Beri Syarat ke Prabowo
Ribuan orang juga mengungsi, sebagai dampak dari berbagai kasus kekerasan yang terjadi di berbagai wilayah di Tanah Papua.