Suara.com - Eks Anggota DPR RI Markus Nari dituntut 9 tahun penjara terkait kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP.
Tuntutan penjara itu disampaikan jaksa penuntut umum pada KPK dalam sidang lanjutan dengan terdakwa Markus Nari di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, Senin (28/10/2019).
Jaksa KPK, Andhi Kurniawan menyebut Markus Nari juga harus membayar uang tambahan pengganti sebesar 900 ribu dolar Amerika Serikat.
"Selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. Jika dalam jangka waktu itu terdakwa tidak membayar pengganti, maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti," kata Jaksa Andhi di sidang.
Baca Juga: Markus Nari Didakwa Terima Suap 1,4 Juta Dolar AS dari Proyek e-KTP
Menurut Jaksa, bila harta milik Markus tak mencukupi membayar uang pengganti, Maka, Jaksa akan menambah hukuman pidana terhadap Markus.
"Jika harta benda terdakwa tidak mencukupi untuk menutupi uang pengganti maka diganti pidana penjara selama tiga tahun," tutup Andhi.
Untuk diketahui, Jaksa Penutut Umum (JPU) dalam dakwaan menyebut, Markus Nari, eks anggota DPR RI Fraksi Golkar telah menerima uang sebesar 1,4 juta USD yang diduga berasal dari korupsi proyek e-KTP.
Hal itu diungkap JPU KPK saat membacakan berkas dakwaan milik Markus Nari di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, Rabu (14/8/2019).
"Terhadap Terdakwa Markus Nari melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yaitu memperkaya terdakwa sebesar USD 1,4 juta," kata Jaksa KPK Ahmad Burhanudin di sidang.
Baca Juga: Terjerat Dua Kasus soal e-KTP, Markus Nari Segera Disidangkan
Markus Nari bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal 3 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP sebagaimana dalam dakwaan kesatu alternatif kedua.
Kemudian, Markus terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana merintangi secara tidak langsung pemeriksaan di sidang perkara korupsi, melanggar Pasal 21 UU nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 sebagaimana dalam dakwaan kedua alternatif pertama.