"Kalau Presiden mau, dia bisa saja mengangkat wamen-wamen baru besok, minggu depan, bulan depan, atau kapan saja. Pokoknya terserah pada Presiden," ujar Said lagi.
Semua keabsurdan itu, kata dia, bisa terjadi akibat adanya kelemahan dalam UU Nomor 39/2008. Undang-undang hanya menentukan mengenai kewenangan Presiden untuk mengangkat wakil menteri, tetapi tidak memberikan batasan yang tegas mengenai jumlah wamen yang boleh diangkat oleh presiden.
Syarat pengangkatan wamen yang ditentukan oleh pasal 10 UU 39/2008 pun terbilang sederhana, yakni presiden dapat mengangkat wakil menteri dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus.
Soal bagaimana cara mengukur "beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus", kata konsultan senior Political and Constitutional Law Consulting (Postulat) ini, undang-undang sama sekali tidak menjelaskan parameternya.
Baca Juga: Presiden Jokowi Resmi Umumkan 12 Wakil Menteri Kabinet Indonesia Maju
Hal itu karena UU No. 39/2008 tidak menjelaskan maksud dari "beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus", maka menurut Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan Nomor: 79/PUU-IX/2011, tanggal 5 Juni 2012, diserahkan kepada Presiden untuk menilainya sendiri.
Putusan MK itulah yang mungkin saja dimanfaatkan Presiden untuk menentukan jumlah wamen menurut penilaian subjektifnya, sehingga berdasarkan celah itu Presiden dapat mengangkat wamen dalam jumlah berapa pun yang dikehendaki karena diberikan hak untuk menaksir sendiri beban kerja kementerian yang membutuhkan penanganan khusus.
"Jadi, jujur saja saya tidak terlalu terkejut dengan adanya penambahan jumlah wamen sampai dengan empat kali lipat dari jumlah sebelumnya. Karena soal ini sebetulnya sudah pernah saya kemukakan dalam sebuah diskusi di Gedung DPR sekitar tiga bulan yang lalu," kata pemerhati politik dan kenegaraan ini.
Bahkan, dirinya menduga ke depan Presiden mungkin saja akan mengangkat wamen-wamen yang baru karena masih terdapat sejumlah kementerian yang secara logis justru memiliki beban kerja yang lebih berat ketimbang Kementerian Agama atau Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
"Lepas dari persoalan setuju atau tidak setuju, saya berpandangan presiden berwenang untuk itu. Kalau ada pihak yang tidak setuju presiden menambah jumlah wamen dengan alasan pemborosan keuangan negara, MK sudah memberikan jawaban: biaya yang dikeluarkan untuk suatu jabatan tidak boleh hanya dinilai pada kerugian finansial semata, karena ada juga keuntungan dan manfaatnya untuk bangsa dan negara," ujarnya. (Antara)
Baca Juga: Jokowi Resmi Lantik 12 Wakil Menteri Kabinet Indonesia Maju