Suara.com - Direktur Eksekutif Lembaga Survei Charta Politika Yunarto Wijaya menyoroti adanya transaksi politik antara dua mantan rival, Presiden Joko Widodo dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.
Pernyataan itu diungkap usai pembawa acara Najwa Shihab meminta analisa Yunarto terkait alasan Jokowi memberikan kementerian strategis dengan nilai anggaran cukup fantastis kepada Prabowo yang notabene bekas lawan politiknya.
"Apa analisa Anda? Ini kementerian strategis. Anggarannya paling besar. Rp 131,2 triliun yang dimiliki Kementerian Pertahanan. Terbesar dibanding kementerian lain. Diberikan kepada lawan politiknya yang ketika itu bertarung," tutur Najwa Shihab dalam tayangan Mata Najwa Trans 7 yang disiarkan pada Rabu (23/10/2019) malam.
Mulanya, Yunarto meluruskan soal pengertian negarawan yang kerap disematkan kepada Jokowi dan Prabowo. Yunarto Wijaya membantah bahwa keduanya negarawan. Menurut dia, yang dilakukan mereka ini adalah transaksi politik.
Baca Juga: Prabowo Dibilang Jadi Menhan Demi Bangsa, Najwa: Saya Tuh Suka Ragu
"Saya ingin meluruskan bahasa yang menyederhanakan ini negarawan. Ketika Jokowi memberikan jabatan menteri ke lawan politiknya, Jokowi dibilang negarawan. Sebaliknya, Prabowo mengalah menjadi menteri, Prabowo dibilang negarawan. Itu transaksi, bukan negarawan," terang Yunarto Wijaya.
Apa bedanya? Menurut Yunarto, negarawan merupakan orang yang ketika kalah meski menyakitkan dan melihat hitung cepat sebagai suatu metode yang ilmiah, dia akui dan mengucapkan selamat tanpa menimbulkan pertentangan.
"Ketika kemudian dia maju dalam pemilu atau pilkada, dan dia tahu ada ormas atau pihak-pihak yang menunggangi dengan cara memecah belah termasuk SARA, dia akan menolak. Itu adalah negarawan," tutur Yunarto Wijaya.
Tapi, imbuh Yunarto, ketika ada orang yang mendapatkan jabatan dan kemudian mau, itu namanya transaksi politik. Jadi, menurut Yunarto, ini merupakan peristiwa politik biasa yang belum bisa menjelaskan bahwa Jokowi Prabowo sebagai negarawan.
"Yang bisa dilakukan adalah memastikan bahwa mereka tidak berubah dari posnya. Jokowi harus menunjukkan bahwa dirinya adalah atasan dari Prabowo," ujar Yunarto.
Kata Yunarto, pilpres merupakan pertarungan antara dua orang dengan visi misi yang berbeda. Menurut dia, tidak mudah bagi Jokowi menerjemahkan pernyataannya yang akan memecat menteri dengan visi misi berbeda dengan ada Prabowo di dalamnya.
Baca Juga: Jokowi akan Pangkas Eselon, Edhy Prabowo Akan Lantik Eselon I - IV
"Sementara, Prabowo harus menunjukkan bahwa dia loyal sebagai bawahan. Jika itu sudah dilakukan, bisa dikatakan mereka naik sedikit dari sekadar transaksi politik," tutur Yunarto Wijaya.
Seperti diketahui, Prabowo yang selama ini dikenal sebagai rival Jokowi di Pilpres 2019 resmi dilantik menjadi Menteri Pertahanan atau Menhan. Langkah koalisi antara Prabowo dengan Jokowi sejatinya sudah beberapa pekan terakhir terbaca.
"Selanjutnya Bapak Prabowo Subianto sebagai menteri pertahanan," kata Jokowi mengenalkan para menterinya di selasar Istana Kepresidenan, Rabu (23/10/2019).
Kedua tokoh tersebut sempat melakukan pertemuan di Istana. Sinyal Prabowo bakal masuk kabinet makin kuat setelah ikut dipanggil ke Istana oleh Jokowi pada Senin (21/10/2019). Di mana Prabowo digadang-gadang menjadi calon kuat pengganti Ryamizard Ryacudu yang pada kabinet sebelumnya menjabat sebagai Menhan.
Hingga pengumuman pada Rabu (23/10) pagi ini, hal itu terjawab sudah. Presiden Jokowi telah mengumumkan susunan kabinet 2019-2024 dan Prabowo resmi diumumkan sekaligus dilantik sebagai Menteri Pertahanan.
Patut ditunggu bagaimana kebijakan Prabowo Subianto dalam memimpin pos Menteri Pertahanan lima tahun ke depan. Di mana kementerian ini disebut-sebut memiliki anggaran paling besar dibanding kementerian maupun lembaga pemerintah lainnya.