Hafiz berpendapat, Fachrul yang berasal dari kalangan militer bisa jadi mampu melindungi kelompok-kelompok minoritas secara tegas.
Namun, lanjut Hafiz, di lain sisi, justru dikhawatirkan Fachrul akan banyak melakukan pendekatan militeristik dalam penanganan isu-isu beragama di Indonesia.
"Selama perspektif diskriminatif dan sektarian masih digunakan oleh pemerintah, maka posisi ini potensial mengancam kebebasan beragama atau berkeyakinan," kata Hafiz.
HRWG juga menyoroti kembali dipilihnya Jenderal TNI Purn Luhut Binsar Panjaitan sebagai menteri di kabinet Jokowi.
Baca Juga: Profil Menteri PPPA Yohana Yembise, Tak Masuk Kabinet Jokowi II
Apalagi, kata Hafiz, kementerian yang dipimpin Luhut merupakan kementerian baru yaitu Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi.
"Ini mengindikasikan pemerintahan yang baru memberi perhatian dalam porsi besar terhadap investasi. Dikhawatirkan, alih-alih mewujudkan realisasi investasi yang mengacu pada nilai-nilai HAM, hal ini justru akan potensial memilih pendekatan cenderung militeristik dalam memastikan realisasinya," kata dia.
Terakhir, yang menurut HRWG perlu disoroti yakni dipilihnya eks Kapolri Jenderal Polisi Purn Tito Karnavian sebagai Menteri Dalam Negeri (Mendagri).
Sebab, saat menjabat sebagai Kapolri, Tito dinilai masih memiliki pekerjaan rumah yang belum terselesaikan, yakni terkait kasus Novel Baswedan.
Selain itu, dugaan pelangggaran HAM dalam menangani peristiwa kerusuhan 21-22 Mei dan aksi demonstrasi 24-30 September 2019 juga belum selesai.
Baca Juga: 5 Menteri Terkaya di Kabinet Jokowi Jilid II, Segini Hartanya
"Di mana polisi diduga menggunakan kekerasan berlebihan atau excessive use of force," kata dia.