Suara.com - Partai Persatuan Pembangunan (PPP) tidak mempermasalahkan hanya mendapat satu jatah menteri di Kabinet Indonesia Maju periode 2019-2024. Padahal, PPP merupakan salah satu partai pendukung dalam koalisi Jokowi-Maruf di Pilpres 2019.
Terkait itu, Sekjen PPP Arsul Sani menegaskan bahwa persoalan kabinet sepenuhnya hak prerogatif Presiden Jokowi. Ia menyebut PPP sejak awal mendukung Jokowi-Maruf tak ada kontrak politik bahwa PPP harus mendapatkan sekian jatah menteri.
“Memang tidak ada kontrak politik, kalau Pak Jokowi menang PPP harus dapat sekian, Jadi itu harus kita pahami ya. Itu konsekuensi dari pilihan politik yang tidak transaksional, tidak hitam di atas putih, itu dari sisi ininya apa harus kita pahami seperti itu. Dari sisi kepentingan transaksionalnya ya memang tidak ada,” ujar Arsul di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (23/10/2019).
Jatah tersebut bahkan terbilang sedikit dibanding Partai Gerindra yang baru saja bergabung dalam koalisi Jokowi. Gerindra diketahui mendapat dua kursi menteri yakni Menteri Pertahanan dan Menteri KKP yang masing-masing diduduki Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subjanto dan Waketum Edhy Prabowo.
Baca Juga: Terawan hingga Basuki, 9 Alumni UGM di Kabinet Indonesia Maju Jokowi
Sementara, PPP hanya mendapat posisi Menteri PPN/Kepala Bappenas yang diberikan kepada Ketua Umum Suharso Monoarfa.
Kendati mendapat jatah kursi lebih sedikit dari Partai Gerindra, Arsul mengakui bahwa PPP juga meng-endorse sejumlah menteri dari kalangan profesional. Namun ia tak mau menyebutkan gamblang siapa menteri kalangan profesional yang di-endorse PPP.
“Ada lah, cuma enggak usah kita ngomong sekarang lah. Kalau ngomong sekarang itu kan nanti dibilang apa, ini sebetulnya alat partai dan sebagainya,” kata Arsul.