Suara.com - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menunda sidang perdana gugatan praperadilan yang diajuan Eks Menteri Pemuda dan Olahraga, Imam Nahrawi terkait kasus suap dana Hibah Kemenpora kepada KONI tahun 2018, Senin (21/10/2019).
Sidang praperadilan Imam ditunda karena pihak dari termohon yakni Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak hadir dalam persidangan. Sementara pihak Imam Nahrawi diwakili oleh tim kuasa hukum.
"Dengan ini sidang Insya Allah kita buka kembali pada Senin 4 November Untuk para termohon (KPK) akan kami panggil lagi," kata majelis hakim Elvian.
Sementara kuasa hukum Imam, Saleh mengaku tidak mengetahui alasan dari KPK tak hadir dalam sidang, hingga akhirnya majelis hakim menunda sidang.
Baca Juga: Kasus RJ Lino, KPK Periksa Adik Kandung Bambang Widjojanto
"Ya, kalau hari ini kemudian teman-teman di KPK tidak hadir, saya tidak tahu apa alasannya," ujar Saleh di PN Jakarta Selatan.
Saleh mengaku kecewa pihak KPK tidak hadir. Meski demikian, ia menghormati Saleh keputusan Majelis Hakim.
"Kami sudah berusaha meminta kebijaksanaan dari hakim. Padahal kalau mengacu pada pasal 82 ayat 1 huruf C bahwa ini harus digelar sangat cepat," ungkap Saleh.
Lebih lanjut, Saleh menyebut alasan kliennya mengajukan gugatan praperadilan ke PN Jakarta Selatan karena ingin mengetahui penetapan tersangka Imam hingga dilakukan penahanan.
"Ini terkait dengan penetapan sebagai tersangka, dan penanahan yang dilakukan KPK," kata dia.
Baca Juga: Telisik Kasus Suap Proyek Jalan, KPK Periksa Ajudan Eks Bupati Muara Enim
Menurutnya, alasan pengajuan praperadilan bukan karena kliennya ingin menentang KPK. Ia menyebut hanya ingin menggunakan haknya senagai warga negara seperti didalam phtusan Mahkamah Agung Nomor 21 tahun 2014 memberikan hak kepada tersangka untuk mengajukan praperadilan.
"Kita ini intinya sama berjalan beriringan dengan KPK. Ini dalam konteks mencari kebenaran. Tidak ada menantang," tutup Saleh.
Dalam kasus ini, Imam Nahrawi diduga telah bersekongkol dengan Miftahul Ulum, asiten pribadinya saat masih menjabat Menpora.
Terkait kasus suap hibah ini, Nahrawi dan Miftahul diduga telah menerima suap sejak periode 2014 sampai 2018 dengan total uang mencapai Rp 14,7 miliar.
Selain itu, keduanya juga dalam rentan waktu tersebut turut meminta uang mencapai total Rp 11,8 miliar. Dari hitungan sementara, total uang suap yang diterima Nahwari dan Asprinya itu mencapai Rp 25,6 miliar.
KPK pun menjerat Nahrawi dan Ulum dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 12 B atau pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke - 1 Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.