“Penelitian Oxford tidak menyimpulkan sejauh itu. Pemerintah Indonesia justru diidentifikasi lebih menahan diri dibandingkan pemerintah Negara lain dalam hal penggunaan media-sosial untuk pembentukan opini masyarakat. Kalaupun ada buzzer yang mendukung pemerintah, kan tidak otomatis berarti mereka dibiayai pemerintah,” kata Irwan.
Di akhir kesempatan, Irwan juga memaparkan hasil temuan dari lembaga pemantau media sosial PoliticaWave. Irwan mengungkapkan, selama masa kampanye Pilpres 2019, Capres Petahana Jokowi menjadi objek yang paling mendapatkan serangan hoaks dan ujaran kebencian dari pesaingnya di berbagai media sosial.
“Berbagai isu mulai dari isu komunisme, pro LGBT, anti Islam, dan kriminalisasi terhadap ulama dan Pro China digunakan untuk menyudutkan Jokowi secara bertubi-tubi di media sosial. Namun Jokowi tetap fokus dengan kampanyenya yang programatik dan empatik, sehingga bisa memenangkan pilpres dengan perolehan suara 55,5% dari total suara nasional,” tutup Irwan.
Baca Juga: Besok, Jokowi Umumkan Kabinet Kerja Jilid 2