Polisi Hong Kong: Kerusuhan Berada di Level Mengancam Jiwa

Selasa, 15 Oktober 2019 | 10:19 WIB
Polisi Hong Kong: Kerusuhan Berada di Level Mengancam Jiwa
Demonstran berunjuk rasa di Stasiun MTR Yuen Long, Hong Kong, Rabu (21/8). [ANTHONY WALLACE / AFP]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Demonstrasi dan kerusuhan yang terjadi di Hong Kong semakin hari semakin kacau. Polisi menyebut kerusuhan telah berada di tingkat yang mengancam jiwa.

Dilansir dari The Guardian, sebuah bom kecil meledak dan seorang petugas polisi ditikam dalam bentrokan Minggu (13/10/2019) malam. Pihak kepolisian setempat telah memberikan komentar terkait kerusuhan tersebut.

"Kekerasan terhadap polisi telah mencapai tingkat yang mengancam jiwa," kata wakil komisaris polisi, Tang Ping-keung, Senin (14/10/2019).

“Mereka bukan pengunjuk rasa, mereka adalah perusuh dan penjahat. Apa pun alasan mereka berjuang, tindak kekerasan semacam itu tidak dibenarkan," tambahnya.

Baca Juga: Bentrok Polisi - Demonstran Warnai Aksi Protes Lanjutan di Hong Kong

Menurut penjelasan polisi, bom kecil meledak saat terjadi kerusuhan. Mereka menyebut alat peledak ini serupa dengan yang digunakan dalam serangan teroris, diledakkan dari jarak jauh ketika sebuah mobil polisi melaju.

Sementara itu, seorang petugas polisi lain lehernya dilukai oleh pengunjuk rasa dalam bentrokan yang sama.

Berdasarkan laporan The Guardian, aksi damai memprotes kekuasaan China yang dilakukan pada hari Minggu itu berubah menjadi kekacauan.

Bentrokan terjadi antara demonstran dan polisi di pusat perbelanjaan dan jalanan. Aktivis berpakaian hitam melemparkan 20 bom molotov di satu kantor polisi, sementara yang lain menghancurkan toko-toko dan stasiun kereta.

Demonstrasi di Hong Kong yang menentang kekuasaan China ini telah berjalan selama empat bulan.

Baca Juga: Pengunjuk Rasa Hong Kong dan Polisi Bentrok di Pusat Perbelanjaan

Kerusuhan telah menjerumuskan Hong Kong ke dalam krisis terburuk sejak Inggris menyerahkan wilayah itu kembali ke China pada tahun 1997. Protes ini merupakan tantangan terbesar bagi Presiden China, Xi Jinping sejak ia berkuasa pada tahun 2012.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI