Suara.com - Keluarga masih meyakini jika ada kejanggalan atas meninggalnya Akbar Alamsyah, korban kerusuhan saat terjadi demonstrasi di sekitar gedung DPR RI pada 25 September 2019 lalu.
Fitri Rahmayani, kakak korban pun berharap adanya lembaga yang bersedia memberikan bantuan hukum untuk mengungkap kasus tewasnya pemuda 19 tahun itu.
"Ingin sekali, tapi sampai sekarang belum ada yang menawarkan," kata Fitri seperti dikutip Antara, Jumat (11/10/2019).
Fitri pun mengaku sangat ingin bertemu dengan pelaku yang sudah membuat adiknya meninggal dunia.
Baca Juga: Tak Percaya Polisi Usut Kekerasan Demo DPR, Kontras: Lebih Baik Komnas HAM
"Saya ingin ketemu, saya mau tanya kronologisnya kenapa sampai kondisi adik saya seperti itu," kata Fitri.
Fitri menyadari keluarga tidak memiliki pegangan apapun maupun bukti apapun untuk bisa menuntut pelaku yang membuat adiknya meninggal dunia.
Ia menceritakan, Akbar hilang di 26 September 2019 setelah malam sebelumnya Rabu (25/9) pergi menonton demo di kawasan Palmerah, Jakarta Barat, bersama dua temannya.
Pihak keluarga baru dikabari Akbar hilang pada Jumat (27/9) oleh teman-temannya yang sejak Kamis mencari keberadaan Akbar usai kericuhan.
"Tahunya justru dari teman-temanya yang menanyakan apakah Akbar sudah pulang ke rumah," kata Fitri.
Baca Juga: Diintimidasi saat Liput Demo DPR, 4 Jurnalis Lapor ke Polda
Di hari yang sama Fitri bersama ibunya mencoba mencari tahu kabar dan keberadaan Akbar dengan mendatangi sejumlah rumah sakit dan kantor polisi dan menyebar informasi melalui pesan berantai media sosial.
Pada 27 September, keluarga menemukan identitas nama Akbar Alamsyah di kantor Polres Metro Jakarta Barat.
"Di Polres Jakbar ada nama Akbar tertulis di situ, tapi kami tidak dibolehkan menjenguk ataupun melihat, mama sempat nitip ke petugas makanan dan pakaian buat Akbar tapi tidak tahu dikasih, apa enggak," kata Fitri.
Pesan berantai
Pada 27 September itu juga, lanjut Fitri, keluarga mendapat pesan berantai melalui grup WA yang mengabarkan ada korban tanpa identitas dirawat di RS Pelni.
Keluarga menyusul, setibanya di RS Pelni, pihak rumah sakit mengabarkan, Akbar sudah dirujuk ke RS Polri Kramatjati sekitar pukul 12.30 WIB.
"Padahal di jam itu kami sedang di Polres Jakarta Barat, di sana petugas tidak ada kasih info apa-apa soal Akbar, cuma bilang nama Akbar ada di situ, tapi tidak bisa dikunjungi karena urusan pemeriksaan," kata Fitri.
Fitri lalu mendatangi RS Polri di Kramatjati, tiba pukul 00.30 WIB, tidak diizinkan bertemu karena alasan sudah lewat jam besuk.
Hari berikutnya Sabtu (28/9) keluarga mendatangi lagi RS Polri Kramatjati. Pihak keluarga dibolehkan melihat Akbar yang dirawat di ruang ICU. Petugas lanjut Fitri, membatasi hanya boleh orang tua salah satu untuk berada di dalam yang lainnya tidak dibolehkan.
Ruang ICU
Saat ditemukan, kondisi Akbar dirawat di ruang ICU RS Kramatjati, dengan muka tidak bisa dikenali, karena membengkak dan dipasang selang di bagian mulut.
"Mama yang liat, wajahnya itu sudah tidak bisa dikenali, kepalanya besar kayak kena tumor gitu, bibirnya jontor, bengkak sampai menutup lobang hidung, mata kiri bengkak, kalau badan sampai kaki baik-baik saja tidak ada tanda luka atau apa," kata Fitri.
Fitri menduga ada kejanggalan dengan kematian sang adik, tapi keluarga hanya bisa menduga tidak punya cukup bukti untuk menuntut siapa yang membuat Akbar sampai meninggal dunia.
Ia juga memastikan Akbar tidak memiliki riwayat penyakit. Tapi ketika ditemukan di rumah sakit, Akbar harus jalani operasi, ada catatan mengatakan infeksi saluran kemih dan harus menjalani cuci darah selama lima kali.
"Dokter bilang organ jantung sehat, paru-paru juga sehat, cuma ginjalnya tidak tau kenapa makanya cuci darah," kata Fitri.
Harapan Fitri dan keluarga jika ada lembaga bantuan hukum mau membantu, hanya ingin mengetahui siapa orang yang membuat adiknya sampai terluka dan bagaimana kejadiannya.