Suara.com - Syahril Alamsyah alias Abu Rara, penusuk Menkopolhukam Wiranto di Pandeglang, Banten, Kamis (10/10/2019), sudah beberapa kali masuk dalam pantauan Badan Intelejen Negara (BIN). Pemantauan tersebut dilakukan sebelum insiden penusukan terjadi.
Karopenmas Divisi Humas Mabes Polri, Brigjen Dedi Prasetyo memaparkan ada enam tahapan pergerakan jaringan terorisme. Tahapan pertama adalah berjaga-jaga sebelum beraksi.
Tahap pertama ini berlangsung dimana terorisme menjalin komunikasi melalui media sosial maupun secara langsung. Kemudian, masuk tahap kedua, yakni merekrut anggota yang simpati dengan perjuangan ISIS.
"Setelah itu, mereka saling mengenal di situ ada tokoh yang biasa melakukan rekrutmen kepada orang-orang yang memiliki simpatik kepada perjuangan ISIS," sambungnya.
Baca Juga: Berbagi Tugas, Abu Rara Tikam Wiranto, Istri Disuruh Serang Pejabat Polisi
Setelah merekrut, teroris melakukan kajian untuk mendoktrin paham radikal. Khususnya mengajarkan jihad pada anggota yang baru bergabung.
"Setelah itu, tokoh itu lakukan taklim umum berupa mendoktrin dan sampaikan ajaran mengenai cara-cara berjihad dalam rangka mematangkan sisi mental, spiritual, dan fisik," jelas Dedi.
Tahap selanjutnya adalah menggelar kajian khusus bagi anggota yang sudah menapaki tahapan awal. Pada titik itu, teroris dapat menilai kesiapan anggota yang baru bergabung.
"Setelah taklim khusus, berarti sudah ada penilaian dari tokoh yang melakukan perekrutan yang melakukan pengajaran terhadap orang yang dianggap sudah cukup kuat untuk menjadi simpatisan, baru nanti mereka melakukan Idat," katanya.
Tahapan selanjutnya adalah idad atau pelatihan untuk merancang bom atau perang. Setelah idad rampung, barulah anggota baru melakukan aksi amaliyah atau aksi teror.
Baca Juga: Stres Pimpinan JAD Tertangkap, Motif Abu Rara Tikam Wiranto
"Tahap kelima, mereka menggelar tahap idad atau semacam pelatihan perang, maupun merancang bom dan sejenisnya. Di tahap terakhir baru kelompok teroris melakukan amaliyah dengan menyerang target tertentu, seperti bangunan, orang maupun kelompok," papar Dedi.
Dalam hal ini, Abu Rara baru memasuki tahapan ta'lim khusus.Oleh karena itu, aparat belum bisa melakukan preventif strike karena tidak ada bukti permulaan yang cukup.
"Sebelum ada langkah 4 dan 5 kita masih monitoring, karena bukti permulanan kejahatan belum ada bukti cukup, seperti yang dilakukan Abu Rara," kata Dedi.
Dedi mengkalim jika Abu Rara hanya sekali bertemu pentolannya di JAD Bekasi, Abu Zee. Bahkan, Abu Rara hanya menjalin komunikasi melalu sosial media usai bertemu Abu Zee.
"Abu Rara ini terpisah, setelah berkomunikasi melalui media sosial, hanya sekali terus dia pergi ke kampung Menes. di Kampung Menes, belum ditemukan persiapan atau bukti autentik perbuatan melawan hukum," imbuh Dedi.
Abu Zee sendiri dicokok tim Detasemen Khusus 88 Antiteror pada Senin (23/9/2019) lalu. Penangkapan dilakukan bersama 8 terduga teroris lainnya di Jakarta Utara dan Bekasi.
Atas penangkapan tersebut, Abu Rara dilanda stres. Kemudian ia mengajak istrinya yang bernama Fitria Adriana melakukan aksi amaliyah. Aksinya dilakukan secara spontan dan menyasar anggota kepolisian.
Sebelumnya, Kepala Badan Intelijen Negara Budi Gunawan mengatakan, Abu Rara sudah beberapa kali masuk dalam pantauan anggota intelejen. Budi mengatakan, Abu Rara terpantau mengumpulkan senjata tajam.
“Abu Rara sudah kami pantau beberapa kali mulai mengumpulkan pisau. Belum pada tahapan bom, tapi pola-pola seperti itu bisa juga dengan pisau sebagai senjata,” kata Budi di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta, kemarin.