Indonesia Jadi Tuan Rumah Konferensi Perubahan Sistem Pangan Dunia

Jum'at, 11 Oktober 2019 | 10:31 WIB
Indonesia Jadi Tuan Rumah Konferensi Perubahan Sistem Pangan Dunia
"Global Science Conference on Smart Agriculture" ke-5, Jimbaran, Bali, Selasa (8/10/2019). (Dok : Kementan)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kementerian Pertanian (Kementan) resmi menjadi negara pertama di kawasan Asia yang ditunjuk sebagai tuan rumah "Global Science Conference on Smart Agriculture" ke-5. Perhelatan yang dihadiri negara-negara besar ini digelar di Ayana Hotel, kawasan Jimbaran, Bali, Selasa (8/10/2019).

Menteri Pertanian (Mentan), Andi Amran Sulaiman, yang diwakili Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), Dr Fadjry Djufry, menekankan bahwa pertemuan ini sudah seharusnya mengangkat tema tentang perubahan sistem pangan dalam kondisi perubahan iklim.

"Tema tersebut mengimplikasikan bahwa kita tetap harus bergerak untuk produksi pangan dengan memikirkan fase panen, pasca panen serta fase konsumsi," ujarnya, Bali, Kamis (10/10/2019).

Menurut Fadjry, perubahan iklim yang terjadi selama beberapa tahun terakhir, telah menempatkan petani pada situasi yang sulit. Apalagi Indonesia sebagai negara agraris, dihantam banyak tantangan cuaca dan iklim yang ekstrem.

Baca Juga: Makin Disukai, Tahun Ini Kementan Genjot Ekspor Kopi ke Mancanegara

"Ke depan, tantangan kami adalah menghasilkan strategi manajemen berbasis sains untuk meningkatkan kapasitas petani dalam beradaptasi dengan iklim ekstrem dan meningkatkan ketahanan sistem pertanian mereka," katanya.

Masih berkaitan dengan iklim, Fadjry menilai hal itu berdampak langsung pada tingkat konsumsi masyarakat sehari-hari. Masalah ini, kata dia, seperti pada posisi makanan sisa yang terbuang percuma, karena pangan yang ada jumlahnya sangat melimpah di satu level, tapi di sisi lain, ada juga kasus kekurangan makanan dan masalah gizi.

"Hal ini sangat berkaitan dengan perilaku manusia itu sendiri, dan untuk mengubahnya tergantung strategi yang digunakan. Inilah salah satu alasan mengapa konferensi global science dilaksanakan. Para peneliti kelas dunia dari berbagai negara berkumpul mencari jalan keluar," katanya.

"Saya menyadari bahwa hingga saat ini, belum ada kementerian atau instansi pemerintahan di negara yang bergerak mengatasi food waste dan isu ini bukanlah hal yang mudah untuk diajukan ke para penentu kebijakan," tambahnya.

Fadjry mengatakan, tema iklim dan penangananya terus menguat hingga dibahas di meja bundar dunia, sehingga konferensi ini diharapkan akan menghasilkan strategi baru dalam meminimalisir mubazirnya makanan di setiap negara.

Baca Juga: Kementan : Frekuensi Ekspor 2019 di Riau Meningkat hingga 38,8 Persen

"Saya menyadari akan adanya tantangan tersendiri dalam menyusunnya, terutama yang berkaitan dengan struktur pemerintahaan saat ini di hampir setiap negara," katanya.

Untuk itu, Fadjry memandang perlu sistem integrasi antara sistem produksi dan pola konsumsi yang lebih arif dan bijaksana. Dengan demikian, setiap produksi yang dihasilkan tetap ramah lingkungan dan mampu mengangkat kesejahteraan petani.

"Kita perlu melakukan upaya maksimal dengan cara meningkatkan produksi pangan, namun tidak menambah jumlah emisi gas rumah kaca. Sekali lagi, saya yakin bahwa konferensi ini akan dapat mengusulkan strategi untuk peningkatan produksi dan sistem konsumsi dengan dampak negatif lingkungan secara minimum," tutupnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI