Dituding Tak Sopan, Arteria Dahlan Tolak Minta Maaf ke Emil Salim

Kamis, 10 Oktober 2019 | 12:39 WIB
Dituding Tak Sopan, Arteria Dahlan Tolak Minta Maaf ke Emil Salim
Arteria Dahlan, Anggota Komisi III DPR (Youtube DPR RI)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Anggota DPR Fraksi PDI Perjuangan Arteria Dahlan menolak minta maaf ke Ekonom Senior Emil Salim. Bahkan Arteria rela tidak populer sebagai politikus karena dituduh tidak sopan.

Arteria pun tetap mengatakan apa yang dikatakan ke Emil Salim semalam.

“Saya mewakafkan diri saya untuk menyatakan yang benar. Walau terkesan tidak populer sekalipun,” kata Arteria kepada wartawan, Kamis (10/10/2019).

Sebelumnya, Arteria Dahlan mendapat sorotan usai sikapnya di acara Mata Najwa yang dinilai tak sopan.

Baca Juga: Arteria Dahlan Sebut Emil Salim Dimanfaatkan Komentar Perppu KPK

Arteria yang terlibat perdebatan dengan Emil Salim, sampai harus menunjuk-nunjuk hingga mengutarakan kata sesat yang ditujukan kepada ekonom tersebut. Terkait sikapnya itu, Arteria memberi penjelasan.

Ia berujar bahwa apa yang menjadi sikapnya dalam acara yang membahas Perppu KKP tersebut, dirinya masih dalam keadaan sadar dan tidak emosi. Adapun, lanjut Arteria, ia menilai pernyataan Emil sudah di luar kapasitasnya.

Terkait hal itu, Arteria mengatakan dirinya hanya mencoba menyampaikan hal yang benar terkait isi materi dalam perdebatan. Ia mengaku tak mengapa jika pada akhirnya sikapnya itu banyak dinilai buruk oleh publik.

Cerita lengkap

Nada bicara anggota DPR RI dari Fraksi PDIP Arteria Dahlan meninggi ketika berdebat soal KPK dengan Dosen Pascasarjana Universitas Indonesia (UI) Emil Salim.

Baca Juga: Arteria Tak Sopan dengan Emil Salim, Andre Rosiade: Suka Meledak-ledak

Suasana studio Mata Najwa, yang ditayangkan Trans7 pada Rabu (9/10/2019) malam, pun sempat terasa canggung karena sikap Arteria.

Saat itu, dalam acara bertema "Ragu-Ragu Perpu" ini, Arteria menyebut KPK tak berhasil melakukan tugasnya memberantas korupsi.

"Berhasil dan tidak berhasilnya KPK, Prof, yang tahu kami. Kenapa begitu, Prof? Begitu 2015 dia ini kepilih, nah dia buat grand design. Dia buat road map, isinya janji-janji apa yang harus dia kerjakan. Publik ini enggak tahu," katanya kepada Profesor Emil.

"Publik ini terhipnotis dengan OTT-OTT. Seolah-olah itu hebat, padahal janji-janjinya KPK itu banyak sekali di hadapan DPR, yang sama sekali kita katakan, sepuluh persen pun belum tercapai hingga saat ini," lanjutnya.

Pernyataan itu kemudian dipotong dan dibantah Emil dengan pertanyaan terkait hasil kerja KPK yang nyata terlihat di mata publik.

"Apa semua ketua partai masuk penjara, apa itu tidak bukti keberhasilan KPK?" tanya Emil, mendapat sorakan riuh dan tepuk tangan penonton.

Arteria menjawab, "Enggak itu sebagian kecil, Prof. Prof, gini lah. Prof, dengan segala hormat saya sama Profesor, Profesor bacalah tugas fungsi kewenangan KPK, tidak hanya melakukan penindakan, tapi bagaimana pencegahannya, bagaimana penindakannya, bagaimana juga supervisi, monitoring, dan koordinasi. Ini kan tidak dikerjakan, Prof. Itu yang pertama, Prof. Tolong jangan dibantah dulu, Prof."

Lalu ia menyampaikan alasan dibentuknya dewan pengawas KPK. Namun, sebelum menjelaskan, Arteria menunjukkan kertas yang ia sebut berita acara.

Dirinya mengatakan, harta yang disita KPK tidak masuk ke kas negara. Ia menyebut bahwa kejadian itu menjadi alasan dibentuknya dewan pengawas KPK.

"Kemudian yang kedua, Prof, ya, saya ingin katakan, kenapa kami buat dewan pengawas? Saya ingin sampaikan biar Prof juga jelas. Kita bicara hukum sama ahli hukum, bicara hukum pidana korupsi sama ahli pidana korupsi. Bukan saya mengdiskreditkan Prof," ungkap Arteria.

"Biar enggak ada yang kayak begini Prof, berita acara sita rampas, emas batangan diambil, seolah-olah ada title KPK, kemudian uang dirampas, tapi ternyata enggak masuk ke kas negara. Ini gunanya dewan pengawas," imbuhnya.

Lalu Arteria menunjuk ke arah penonton di studio dan meminta salah satunya berdiri.

Ia menyebut orang yang ia tunjuk itu sebagai bukti dari pernyataan yang ia utarakan sebelumnya.

"Itu ada buktinya, berdiri sini! Ini buktinya. Ke mana uang itu?" katanya.

Najwa Shihab, sebagai tuan rumah Mata Najwa, tampak kebingungan melihat tingkah Arteria.

Jurnalis senior itu pun bertanya, "Siapa? Anda menunjuk ke siapa? Anda nunjuk penonton saya?"

"Sini, sini, sini, berdiri," lanjut Arteria, meminta penonton Mata Najwa naik panggung.

Najwa lantas mencegah orang itu menuruti instruksi Arteria. Ia menegaskan, dirinyalah yang berhak menunjuk orang untuk tampil di panggung Mata Najwa.

"Sebentar, sebentar, saya yang berhak menunjuk orang untuk naik ke panggung saya. Tunggu dulu di situ, Bapak. Saya akan cek dulu Anda siapa karena tidak bisa sembarangan orang masuk. Saya akan cek Anda siapa. Silakan dilanjutkan," ucap Najwa, kembali ke Arteria.

Politikus 44 tahun itu lalu beralhi ke topik tentang KPK gadungan. Sama seperti sebelumnya, Arteria masih menujukan pernyataannya untuk Emil.

"Kemudian, bicara KPK gadungan, ternyata pada saat pemeriksaan itu, Prof, semua orang dipanggilin. 'Kamu mau dipanggil apa enggak dipanggil? Kalau enggak mau dipanggil, serahin harta-harta kamu.' Tiba-tiba begitu ketahuan dan ketangkep, dia bilang itu KPK gadungan. Padahal bukan KPK gadungan, namanya mau saya sebutin, ada semua. Ini, Prof," jelasnya.

Lalu ia memberikan contoh kasus yang ia sebut terjadi di Sumatra barat. Lagi-lagi, pria yang juga berprofesi sebagai pengacara ini menyinggung penonton yang ia tunjuk tadi.

"Nah, Prof, orang Sumatra Barat, saya buktikan lagi, ini ada kasus, Rp6 triliun, dana bencana, kemudian juga masalah KONI, pasar, enggak pernah diangkat. Kenapa? Dicek lagi, apakah ada masalah serah-terima kebun sawit, motor-motor besar? Siapa yang menerimanya? Tanyakan sama beliau," katanya.

Arteria mengaku menghargai kinerja KPK, tetapi baginya, masyarakat tak boleh mengelak bahwa KPK, menurut dia, perlu dibenahi.

"Kita hargai capaian-capaian KPK, Prof, tapi kita tidak boleh menutup mata kalau memang harus ada pembenahan terkait dengan KPK. Tahu enggak, Prof, siapa pelakunya?" ujar Arteria.

Emil pun merespons ucapan Arteria. Ahli ekonomi yang pernah menjabat Ketua Dewan Pertimbangan Presiden ini menerangkan, KPK diwajibkan untuk selalu melapor.

"Begini, Bung, di dalam aturan Undang-Undang KPK, ada kewajiban menyampaikan laporan..." ucapnya, tetapi belum selesai, dipotong Arteria.

"Enggak pernah dikerjakan Prof. Prof tahu enggak?" sahut Arteria, bangkit dari tempat duduknya sambil menunjuk-nunjuk Emil.

Melihat lawan bicaranya ngotot, Emil pun dengan tegas berkata, "Tiap tahun dia menyampaikan laporan!"

Namun, Arteria tetap tak mau kalah adu argumen, sehingga ia tak henti-hentinya menunjuk-nunjuk Emil sambil terus berbicara dengan suara kencang.

"Mana Prof? Saya di DPR, Prof. Enggak boleh begitu Prof. Saya yang di DPR, saya yang tahu, Prof? Mana? Prof sesat! Ini namanya sesat!" kata Arteria, menggunakan nada tinggi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI