Suara.com - Kematian gajah betina yang dinamai Dita pada Senin (7/10/2019) membuat populasi gajah sumatera (elephas maximus sumatranus) di kawasan Suaka Margasatwa Balai Raja tinggal tersisa tujuh ekor.
"Di Balai Raja tinggal tujuh ekor, dan mereka biasanya terdiri dari 2-3 kelompok," kata Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau, Suharyono, di Pekanbaru, Selasa.
Lokasi matinya gajah Dita merupakan bagian dari Suaka Margasatwa Balai Raja yang kondisinya saat ini banyak beralih fungsi dari hutan menjadi permukiman warga, kantor pemerintahan dan kebun kelapa sawit.
Habitat asli gajah sumatera sudah tidak lagi hutan, dan satwa bongsor tersebut kerap dianggap warga sebagai hama yang merusak kebun kelapa sawit.
Baca Juga: Mengenaskan, 6 Ekor Gajah Thailand Mati Karena Jatuh ke Air Terjun
Kawasan konservasi yang jadi habitat satwa dilindungi tersebut awalnya ditetapkan seluas 18.000 hektare (ha), namun kini tinggal tersisa kurang lebih 150 ha. Gajah liar yang ada kerap masuk ke perkebunan warga, dan Hutan Talang yang relatif masih terjaga karena menjadi area lindung perusahaan minyak PT Chevron Pacific Indonesia.
Ancaman alih fungsi lahan dan pemasangan jerat masih terus membayangi keberadaan gajah yang tersisa. Gajah Dita adalah salah satu korban jerat pada 2014, yang menyebabkan kaki kirinya buntung sebagian.
Upaya pengobatan terus dilakukan hingga 2017, namun lukanya tidak kunjung pulih sebelum akhirnya Dita ditemukan mati di kubangan pada Senin lalu (7/10).
Suharyono menduga penyebab kematian Dita akibat sakit.
"Perkiraan sementara kemungkinan sakit karena badannya utuh. Dia gajah betina tak ada gading jadi kemungkinan juga bukan mati akibat perburuan," katanya.
Baca Juga: Belasan Gajah Liar Masuk Kampung, Warga Lampung Barat Geger
Ia menjelaskan tim dari BBKSDA Riau langsung menuju ke lokasi kematian gajah Dita di Balai Raja Kecamatan Pinggir, Kabupaten Bengkalis, untuk melakukan nekropsi atau bedah bangkai.