Suara.com - Pemerintah provinsi Maluku memperpanjang masa tanggap darurat pascagempa 26 September selama dua pekan dari rencana awal berakhir pada 9 Oktober 2019.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Maluku, Farida Salampessy yang dikonfirmasi di Ambon, Minggu (6/10), membenarkan, diperpanjangnya masa tanggap darurat setelah dilakukan evaluasi pada 5 Oktober 2019.
"Kami harus memperpanjang masa tanggap darurat karena mempertimbangkan berbagai penyaluran bantuan bagi para pengungsi sampai data di lapangan yang belum rampung," ujarnya dilansir Antara.
Apalagi, adanya sejumlah keluhan dari para pengungsi antara lain lokasi pengungsian yang jauh, penanganan pelayanan kesehatan, distribusi bahan pokok belum merata dan terjadi kesenjangan di tempat-tempat pengungsian.
Baca Juga: Sebut Pengungsi Gempa Maluku Beban Negara, Wiranto Minta Maaf
Diakuinya, warga yang mengungsi cenderung meningkat pada malam hari ke lokasi-lokasi di dataran relatif tinggi karena khawatir tsunami sehingga menghambat pendataan maupun penyaluran bantuan.
"Petugas teknis seperti kesehatan dan relawan dengan jumlah relatif masih terbatas dipastikan belum optimal menjangkau semua lokasi pengungsi sehingga diputuskan masa tanggap darurat diperpanjang lagi dua minggu," katanya.
Hal itu dilakukan dengan mengarahkan BPBD maupun OPD teknis di masing-masing kabupaten/kota lebih intensif bekerja karena intensitas gempa semakin menurun, kata Farida.
Disinggung jumlah pengungsi pascagempa di Kota Ambon, dia menjelaskan, untuk sementara sebanyak 95.256 jiwa.
Sebanyak 95.256 jiwa pengungsi itu terdiri dari pengungsi Kota Ambon 2.940 jiwa, Kabupaten Maluku Tengah 50.250 jiwa dan 42.066 jiwa di Kabupaten SBB.
Baca Juga: Warga Maluku Mengecam, Wiranto Diberi Waktu 1 x 24 Jam Minta Maaf
Korban meninggal sebanyak 38 orang yakni Kota Ambon 13 orang, Maluku Tengah 15 orang dan SBB 10 orang.