Beredar Isu Barter Kasus Lewat Foto Novel dan Anies, KPK: Hoaks!

Kamis, 03 Oktober 2019 | 22:28 WIB
Beredar Isu Barter Kasus Lewat Foto Novel dan Anies, KPK: Hoaks!
Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan usai diperiksa oleh penyidik Polda Metro Jaya di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (20/6). [Suara.com/Arief Hermawan P]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengklarifikasi terkait beredarnya foto penyidik senior Novel Baswedan bersama Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

Dalam foto yang memperlihatkan Novel sedang duduk dengan Anies di sebuah masjid itu lalu dihubung-hubungkan dengan sebuah lembaran tertulis: "Tanda Bukti Penerimaan Laporan/Informasi Dugaan TPK (Tindak Pidana Koru0psi."

Menanggapi hal itu, Juru Bicara KPK Febri Diansyah memastikan dua hal tersebut tidak berhubungan.

"Perlu kami tegaskan, pengaduan masyarakat bersifat tertutup dan diproses di Direktorat Pengaduan Masyarakat yang berada di bawah Kedeputian PIPM (Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat). Ini merupakan kedeputian yang terpisah dengan tempat Novel bertugas, yaitu Direktorat Penyidikan pada Kedeputian Bidang Penindakan," kata Febri seperti dikutip Antara, Kamis (3/10/2019).

Baca Juga: Sepekan Bekerja, Tim Teknis Kasus Novel Baswedan Sudah Olah TKP

Terkait beredarnya foto itu, Febri menyebut bahwa ada upaya dari pihak lain untuk terus menyerang KPK dengan berbagai cara. Dia pun memastikan bahwa foto itu sudah masuk dalam kategori berita bohong alias hoaks.

"Kami pandang bentuk serangan dan penyebaran informasi tidak benar dan dapat membentuk wacana negatif tentang KPK dan pegawai KPK Novel Baswedan," kata dia.

Oleh karena itu, kata dia, tidak memungkinkan bagi seorang penyidik untuk mengetahui apalagi mempengaruhi proses telaah dan analisis di Direktorat Pengaduan Masyarakat.

"Setelah kami cek, peristiwa dalam foto tersebut terjadi setelah salat pada awal Juni 2017. Saat itu Novel masih dalam proses perawatan mata setelah operasi di Singapura. Sebagaimana kita ketahui, Novel diserang dengan siraman air keras usai sholat subuh pada 11 April 2017 lalu. Satu hari kemudian, ia dilarikan ke RS di Singapura untuk mendapatkan tindakan medis," tuturnya.

Artinya pada awal Juni 2017 itu, kata Febri, Novel masih berada dalam perawatan intensif. Ia menyatakan ada banyak pihak yang mengunjungi atau membesuk Novel di Singapura, termasuk Anies Baswedan yang masih memiliki hubungan saudara dengan Novel.

Baca Juga: Densus 88 Jadi Anggota Tim Teknis Kasus Novel Baswedan

Akan tetapi, lanjut dia, dengan dibentuknya "framing" seolah-olah hubungan saudara dan foto tersebut mempengaruhi penanganan perkara di KPK, pihaknya pastikan hal tersebut tidak terjadi.

"Karena di KPK terdapat aturan yang tegas tentang anti konflik kepentingan. Ada larangan di undang-undang hingga aturan kode etik KPK. Jika ada pihak dalam perkara memiliki hubungan keluarga dengan pegawai KPK yang menangani kasus tersebut maka pegawai wajib menyatakan dan mundur dari tugas tersebut," ujar Febri.

Kedua, kata Febri, terkait foto Novel di bandara saat ia akan berangkat ke Singapura untuk melakukan pengobatan mata.

"Kami tegaskan, saat itu sejak 19 September 2019 Novel melakukan pengobatan di sebuah klinik di Singapura. Saat itu dilakukan CT Scan terhadap mata Novel dan ditemukan pendarahan dalam retina sehingga perlu dilakukan beberapa tindakan. Hal ini berpengaruh terhadap penglihatan Novel," ungkap dia.

Kemudian ketiga, kata Febri, diedarkan kembali hoaks yang beredar saat pansus angket berjalan seperti keterangan salah satu tersangka di KPK yang terkait dengan kasus suap terhadap Ketua Mahkamah Konstitusi bahwa seolah-olah ada seseorang yang menyerahkan indekos 50 kamar di Bandung sebagai tukar guling perkara.

"Informasi ini juga sudah kami klarifikasi sebelumnya bersamaan dengan sejumlah informasi bohong yang diedarkan saat itu," kata dia.

KPK mempercayai masyarakat akan hati-hati dan rasional dalam mencerna Informasi yang beredar, apalagi saat ini informasi palsu dengan berbagai cara diproduksi untuk tujuan-tujuan yang tidak benar.

Menurut Febri, Novel menghadapi berbagai serangan saat ini, mulai dari tudingan dalam demonstrasi pihak-pihak yang pro dengan revisi UU KPK, cap "Taliban", fitnah melalui media sosial dan foto-foto yang beredar sekaligus menghadapi kesulitan penglihatan sehari-hari.

"Di sisi lain, sampai saat ini, jika dihitung maka telah lewat waktu sekitar 905 hari sejak ia diserang 11 April 2017 lalu dan sampai saat ini, kita ketahui pelaku penyerangan Novel belum ditemukan," tuturnya.

KPK tentu tetap mengharapkan Polri yang telah diberikan tugas oleh Presiden dapat memproses pelaku teror atau penyerangan tersebut dan segera menemukan pelakunya, tidak hanya pelaku lapangan tetapi juga aktor intelektual yang menyusun rencana hingga memerintahkan tindakan penyiraman air keras pada Novel.

"Proses hukum pada penyerangan terhadap penegakan hukum yang bertugas merupakan keniscayaan yang harus dilakukan. KPK memandang serangan terhadap Novel bukan lah serangan terhadap pribadi, melainkan serangan terhadap kerja pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK," ucap Febri.

KPK juga sangat menyesalkan pihak-pihak yang menyebarkan informasi bohong, apalagi dalam konteks Novel ia sedang terus dalam proses perawatan dan pelaku penyerangan belum ditemukan.

"Jangan sampai korban penyerangan kembali menjadi korban berulang kali karena fitnah dan tuduhan-tuduhan tak berdasar," ungkap Febri.

KPK juga mengajak semua pihak menggunakan kebebebasan berkomunikasi dan menyampaikan informasi secara bertanggung jawab dan hati-hati.

"Karena penyebaran berita bohong, apalagi jika dilakukan secara sistematis, maka hal itu dapat berdampak serius dan memanipulasi informasi yang diterima oleh masyarakat luas," kata Febri.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI