Abdullah bersembunyi di rumah salah satu warga asli setempat yang biasa disapa Mama Lani.
“Seorang ibu di belakang rumah saya yang menyelamatkan saya. Anak saya langsung dirangkaul dan Mama Lani berteriak jangan dibunuh, pak de ini yang setiap hari membantu saya,” kata Abdullah.
Ketika demonstrasi berujung rusuh pecah di Wamena, sejumlah bangunan dibakar, termasuk kios milik istri Abdullah.
“Ketika itu sudah ada 10 orang yang pesan tiket pesawat, tapi karena kejadian itu akhirnya tiket semua hangus. Hingga kini uang orang yang sudah pesan tiket saya belum bisa ganti. Totalnya Rp 3,5 juta,” ucapnya.
Baca Juga: Tak Punya Saudara di Wamena, Perantau Asal Jawa Timur: Saya Ingin Pulang
Seperti Nani Susongki, Abullah juga berencana kembali ke kampung halamannya di Probolinggo. Ia merasa khawatir karena hingga kini sebagian besar warga Wamena mengungsi.
“Sudah tiga hari kami di Jayapura. Di Jayapura saya tidak punya keluarga. Saya ingin pulang secepatnya ke kampung halaman,” ujarnya.
Berita ini sebelumnya dimuat Jubi.co.id jaringan Suara.com dengan judul "Pengungsi Wamena: Mama Papua bertaruh nyawa selamatkan kami"