Jurnalis Asing Soroti Pernyataan Titiek Soeharto soal Demo

Senin, 30 September 2019 | 06:59 WIB
Jurnalis Asing Soroti Pernyataan Titiek Soeharto soal Demo
Titiek Soeharto. (Suara.com/Ria Rizki)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Seorang jurnalis dari media asing menyoroti pernyataan Siti Hediati Hariyadi alias Titiek Soeharto, putri kedua Presiden kedua Soeharto, tentang demonstrasi yang belakangan terus-menerus terjadi.

Max Walden, produser kantor berita Australia ABC News, menyampaikan komentarnya untuk Titiek Soeharto di Twitter.

Dalam cuitannya pada Jumat (27/9/2019), Max Walden menyertakan berita yang menjelaskan bahwa Titiek Soeharto menyarankan Presiden Joko Widodo (Jokowi) berkaca pada Peristiwa 1998.

Kerusuhan pada 21 tahun silam itu diketahui berujung dengan pengunduran diri Soeharto dari jabatan presiden Indonesia, yang kini, menurut Titiek Soeharto, patut menjadi contoh teladan untuk Jokowi.

Baca Juga: Jokowi 2 Periode Utang Bertambah Rp 10 T, Titiek Disebut Sesatkan Publik

"Indonesian dictator Suharto's daughter claims Pres Jokowi should remember 1998 protests brought down her father," kicau @maxwalden_

(Putri diktator Indonesia Suharto meminta Presiden Jokowi supaya mengingat, demo pada 1998 telah menggulingkan ayahnya -red)

Cuitan jurnalis asing Max Walden - (Twitter/@maxwalden_)
Cuitan jurnalis asing Max Walden - (Twitter/@maxwalden_)

Max Walden kemudian berpendapat, perbandingan yang dijabarkan Titiek Soeharto, antara demo 1998 dan 2019 serta kepemimpinan Soeharto dan Jokowi, itu tidak masuk akal.

Pasalnya, menurut Max Walden, Soeharto menjadi presiden bukan murni karena pilihan rakyat, berbeda dengan Jokowi, yang dipilih lewat pemilu untuk meneruskan periode selanjutnya.

"Analogy is ridiculous though - Suharto was never popularly elected in free, fair elections. Jokowi convincingly reelected just a few months ago," tambah Maz Walden.

Baca Juga: Demo di MK, Titiek: Jika Jokowi Menjabat Lagi, Utang Jadi Rp 10 Triliun

(Analoginya konyol, sih - Suharto tidak pernah dipilih oleh banyak orang dalam pemilu yang bebas dan adil, sedangkan Jokowi sudah jelas baru saja terpilih kembali beberapa bulan lalu -red)

Sejak Senin (23/9/2019), mahasiswa di berbagai daerah di Indonesia menggelar aksi unjuk rasa, dipicu berbagai isu, antara lain RUU bermasalah hingga kebakaran hutan.

Di Jakarta sendiri, tepatnya di depan gedung DPR RI, tujuh poin menjadi tuntutan massa aksi, yang sebagian besar terdiri dari mahasiswa.

Di antaranya menolak RKUHP, RUU Pertambangan Minerba, RUU Pertanahan, RUU Pemasyarakatan dan RUU Ketenegakerjaan. Lalu mendesak pembatalan UU KPK dan UU SDA. Massa juga menuntut agar RUU PKS dan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga.

Selain itu, pimpinan KPK terpilih juga diminta agar dibatalkan statusnya karena dianggap bermasalah. Pihak TNI dan Polri juga diminta agar tidak menduduki jabatan sipil.

Massa juga mendesak penghentian kriminalisasi aktivis. Ada juga tuntutan mengenai karhutla di beberapa wilayah. Pihak pembakar hutan diminta agar segera dipidanakan dan dicabut izinnya.

Terkait kemanusiaan, massa meminta agar pelanggaran HAM dituntaskan, pelanggar dari lingkup pejabat ditindak dan hak-hak korban dipulihkan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI