Suara.com - Pemerhati lingkungan, Ajat Sudrajat menilai pemerintah semestinya tak hanya fokus terhadap kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Tapi, juga pencemaran lingkungan akibat limbah bahan berbahaya beracun (B3).
Untuk penangan soal limbah B3 ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) untuk penegakkan hukum (Gakkum) harus bersama aparat Kepolisian. Soal pelanggaran limbah B3 dari aki bekas ini marak terjadi di daerah Tanggerang, Bogor dan Cirebon. Pekan lalu, perihal ini dibahas dalam simposium nasional di Universitas Tarumanegara Jakarta belum lama ini.
"Karhutla perlu diatasi. Soal limbah B3 ini urgen sekali. Karena terkait juga dengan kesehatan masyarakat," tegas Ajat Sudrajat.
Sementara itu, Ahli mineral yang juga anggota Komisi VII DPR Kurtubi sangat prihatin dengan adanya perusahaan pengelolah aki bekas yang tidak berijin UKL-IPL.
Baca Juga: Simposium Pengelolaan Limbah B3 Untar Tawarkan Sistem Siklus Tertutup
"Ditjen Gakkum LHK harus tegas menjerat dan menjatuhkan hukuman. Karena ini termasuk pelanggaran tindak pidana," kata Kurtubi.
Pemerintah telah mengatur Undang-Undang nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, kenyataan masih saja ada perusahaan yang dengan sengaja melanggarnya.
Seperti yang dilakukan PT Non Ferindo Utama (NFU) pabrik timah hitam dari aki bekas. Pabrik NFU yang pusatnya di Tanggerang itu, Agustus lalu oleh Ditpiter Mabes Polri ditetapkan menjadi tersangka berdasar LP/A/0680/VIII/2019/Bareskrim. Karena melanggar tindak pidana UU 32/2009. Lantaran gudang Cabang NFU di Cirebon tidak memiliki ijin UKL-IPL serta Tempat Penampungan Sementara (TPS) limbah B3.
Selain melanggar UU nomor 32/2009, PT NFU juga menyalahi PP nomor 01/2009 serta Kepbapedal nomor 1/Bapedal/09/2015 tentang tata cara dan persyaratan teknis penyimpanan limbah bahan berbahaya beracun (B3).
PT. NFU adalah pemasok utama timah hitam ke produsen aki terkenal di Indonesia selama bertahun-tahun diantaranya PT. GS Battery, PT Century Battery Indonesia, PT Yuasa Battery Indonesia dan PT Trimitra Battery Perkasa. PT. GS Battery dan PT. Century Battery Indonesia adalah perusahaan patungan antara GS Yuasa Corporation Japan dengan PT Astra Internasional Tbk yg menguasai pasar domestik terbesar di Indonesia.
Baca Juga: Sempat Dilarang Nenek Main, Kaki Bocah Ini Melepuh Diduga Injak Limbah B3
Selain itu, LSM Gerakan Rakyat Pembela Tanah Air (GERAPANA) Pusat, berharap aparat Polisi, Ditjen Hukum LHK RI untuk melakukan penegakkan hukum terhadap PT NFU karena sudah termasuk Kejahatan Korporasi yang sangat serius.
Diminta agar produsen aki segera menghentikan penggunaan timah hitam dari PT. NFU karena telah terbukti melanggar Undang Undang Lingkungan Hidup. Sebagai produsen aki terbesar, maka PT Astra International Tbk wajib bertanggung jawab melestarikan lingkungan hidup. Dengan jalan menghentikan dan memutus kerjasama dengan PT. NFU dinilai sebagai langkah tepat untuk mewujudkan kepedulian Astra International mendukung dan patuh terhadap undang-undang serta peraturan Lingkungan Hidup yang berlaku di Indonesia.
"Bila melanggar ijin apalagi UU, harus dijatuhkan hukuman. Tidak boleh dibiarkan," ujar Helmi Sutikno Ketua Umum GERAPANA, kepada pers di Jakarta, kemarin sore.
Dampak Limbah B3 Menderita Tremor
Disamping itu, Helmi berharap Ditjen Gakkum LHK menindak dan mengawasi ilegal semelter (pengumpul dan pengelola) aki bekas. Karena dampak buruk adanya usaha ilegal ini merusak lingkungan hidup masyarakat. Di Cinangka, ada kawasan yang jadi tempat semelter ilegal.
"Warganya banyak terkena penyakit tremor," tutur Helmi yang juga Waketum DPP Pemuda Panca Marga dan Dosen Sospol di Unmuh Bogor itu.
---
Catatan Redaksi (Update):
Terhadap pemberitaan (pemuatan artikel) ini, pihak PT Non Ferindo Utama (PT NFU) pada Kamis, 3 Oktober 2019, sekitar pukul 18.24 WIB, telah mengirimkan Hak Jawab-nya. Hak Jawab itu pun telah langsung dimuat di Suara.com pada hari yang sama, dengan judul "Hak Jawab PT NFU: Kami Menaati Kepbapedal dan Memiliki Izin Lingkungan". Demikian untuk dimaklumi.