Brimob Serang Wartawati saat Liput Demo, Digebuk Tameng dan HP Dibanting

Kamis, 26 September 2019 | 12:22 WIB
Brimob Serang Wartawati saat Liput Demo, Digebuk Tameng dan HP Dibanting
Demo mahasiswa di Gedung DPR. (Suara.com/Fakhri)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com -
Tindak represif aparat kepolisian kembali menyasar kepada wartawan yang melakukan tugas meliput aksi unjuk rasa yang berujung kericuhan di Gedung DPR RI pada Rabu (25/9/2019) kemarin.

Kali ini, reporter Narasi TV Vany Fitria menjadi korban kekerasan fisik oleh personel Brimob.

Pemimpin Redaksi Narasi TV Zen RS membeberkan, kronologi kekerasan yang menimpa Vany terjadi sekitar pukul 20.00 WIB saat ingin mengambil gambar di antara Resto Pulau Dua dan fly-over Bendungan Hilir, Jakarta Pusat.

"Sekitar pukul 20.10 (25 September 2019), seorang anggota Brimbob mendekati Vany dan meminta Vany untuk tidak mengambil gambar. Beberapa detik kemudian, dari arah belakang, seorang anggota Brimob yang lain memukul badan Vany dengan tameng hingga ia nyaris terjengkang," kata Zen RS melalui keterangan resminya, Kamis (26/9/2019).

Baca Juga: Disebut Provokator Demo di Surabaya, Polisi Bekuk 4 Orang Termasuk Anak STM

Saat berusaha berdiri dengan stabil kembali, anggota Brimob yang memukul dengan tameng itu mengambil telepon seluler Vany dan kemudian membantingnya ke trotoar.

Anggota Brimob yang sama kemudian mengambil telepon seluler tersebut dan hendak membantingnya kembali, namun anggota Brimob yang lain datang mengambil telepon seluler tersebut dan memasukannya ke dalam sakunya sendiri.

"Vany sudah mengatakan bahwa dirinya adalah wartawati. Kartu pers pun ia tunjukkan. Namun mereka bukan hanya tidak peduli, tapi juga melontarkan kalimat-kalimat yang intimidatif. Vany sudah menawarkan diri untuk menghapus footage asalkan telepon seluler miliknya dikembalikan, namun permintaan itu diabaikan," jelasnya.

Selain Vany, wartawan Narasi TV lainnya Harfin Naqsyabandi juga dipaksa aparat kepolisian dari Ditreskrimum Polda Metro Jaya untuk memformat ulang telepon selulernya karena mengabadikan adegan kepolisian mengeroyok seorang massa aksi yang dituduh merusak salah satu fasilitas umum di sekitaran pintu Gedung DPR.

"Harfin menolak permintaan memformat ulang itu, dan akhirnya hanya menghapus 2 video adegan pengeroyokannya saja," lanjut Zen.

Baca Juga: Demo STM Menjalar ke Surabaya, Pelajar: Kami Mau Bantu Kakak Mahasiswa

Terkait hal itu, Zen mengutuk keras kekerasan yang dialami setiap wartawan dalam aksi unjuk rasa di DPR RI sebab sudah melanggar Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers serta Nota Kesepahaman antara Dewan Pers dengan Polri Nomor 2/DP/MoU/II/2017.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI