Beda Aksi Mahasiswa 1998 dengan 2019: Gembira Ria Lawan Penguasa

Reza Gunadha Suara.Com
Rabu, 25 September 2019 | 15:24 WIB
Beda Aksi Mahasiswa 1998 dengan 2019: Gembira Ria Lawan Penguasa
[Facebook/Dandhy Dwi Laksono]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

2. Peran penting media sosial

Penggunaan teknologi informasi adalah kunci dari cepatnya proses persiapan aksi protes mahasiswa kali ini. Generasi 2019 sangat mahir dalam penggunaan media sosial. Mereka melakukan koordinasi, penyebaran informasi, dan bahkan penggalangan dana untuk mendukung aksi unjuk rasa melalui media sosial.

Info tentang aksi bisa dengan cepat disebarluaskan. Gerakan masa kini bisa dengan mudah menjadi inklusif, merangkul sebanyak mungkin pihak.

Tagar #SemuaBisaKena, dan #ReformasiDikorupsi yang muncul di media sosial adalah strategi yang sangat baik untuk membangun kesamaan yang mampu menyatukan semua elemen warga di tengah banyaknya isu yang diperjuangkan.

Pada 1998, alat komunikasi yang tersedia adalah sambungan telepon rumah dan telepon umum. Sehingga koordinasi aksi membutuhkan waktu berminggu-minggu. Ketiadaan alat komunikasi dan media sosial tersebut menyulitkan gerakan untuk menjadi inklusif, merangkul semua kalangan dari beragam elemen.

Poster unik mahasiswa saat aksi Gejayan Memanggil. (Twitter)
Poster unik mahasiswa saat aksi Gejayan Memanggil. (Twitter)

Terus maju

Sebagai bagian dari sejarah yang berhasil meruntuhkan dinasti Suharto pada 1998, saya melihat begitu banyak hal yang menarik dan lebih canggih dari gerakan mahasiswa saat ini dibanding 20 tahun yang lalu.

Ada setidaknya tiga hal yang bisa menjadi pembelajaran penting buat kita semua dalam aksi bersama menggugat penguasa:

Pertama, pentingnya untuk terus mencari kesamaan dan “musuh bersama”, membuat platform kolektif, agar gerakan bisa menjangkau lebih banyak warga baik di kampus maupun luar kampus, dan agar gerakan bisa lebih berkelanjutan.

Baca Juga: 6 Poster Lucu Aksi Mahasiswa: 1 Permen Milkita = 4 Otak DPR

Semakin banyak dukungan semakin baik. Kerja kreatif dengan menghasilkan berbagai hashtag seperti #SemuaBisaKena akan sangat mendukung gerakan.

Kedua, terus menjadi diri mereka sendiri dan bergembira saat aksi.

Generasi ini ditandai dengan kadar “kerecehannya” yang sangat tinggi. Angkatan 2019 berbeda dengan angkatan 1998 yang selalu hikmat dan serius, dan cenderung baperan. Mungkin karena kami selalu takut dikejar tentara, ditekan petinggi kampus, atau merasa frustasi karena sulitnya mengajak rekan mahasiswa untuk ikut aksi. Isi spanduk kami pun sangat serius dan berwibawa. Bagi kami menulis spanduk nyeleneh mengkhianati perjuangan.

Namun, atmosfer aksi di Yogyakarta Senin lalu penuh dengan kegembiraan. Demikian juga di kota lain, sebelum dipentung dan dikejar para polisi.

Ketiga, perlunya untuk terus mengoptimalkan platform media sosial sebagai alat membangun gerakan dalam rangka mendorong gerakan yang lebih inklusif dan luas. Pemanfaatan teknologi adalah salah satu kunci bagi kelancaran konsolidasi gerakan mahasiswa saat ini.

Sungguh, kami perlu banyak belajar dari gerakan mahasiswa 2019!

The Conversation

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI