Suara.com - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Yasonna Laoly sempat menghardik perwakilan mahasiswa saat berdialog di Indonesia Lawyers Club (ILC) TV One, Selasa (24/9/2019) malam.
Mulanya, Yasonna mengatakan pemerintah dengan legawa dan senang hati menunda pengesahan Revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP). Tapi, jika masih ada gerakan, Yasonna tegas mempertanyakan motifnya.
"Jadi Bang Karni, saya mau menyampaikan atas nama pemerintah, kita sudah mengambil keputusan, dengan senang hati, dengan legowo, bahwa ini kita tunda. Kalau masa ada upaya mengatakan ini dengan suatu gerakan-gerakan, I question the motives (saya mempertanyakan motifnya--RED)," ujar Yasonna.
Mengenai UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Yasonna menegaskan ada mekanisme konstitusi untuk menggugatnya, tapi bukan dengan 'pengadilan jalanan' maupun unjuk rasa.
Baca Juga: Demo Mahasiswa di DPR Ricuh, Polisi Dalami Keterlibatan Kelompok Lain
"Terkait UU KPK, kita kan negara beradab, negara hukum, ada mekanisme konstitusional kok apa yang diambil di jalan sana. Untuk menjatuhkan pemerintah? That's the way you do it? Main paksa? Itu memang caranya? Kalau memang semua orang ingin main paksa dengan caranya sendiri, that's the way you do it to rule a nation? I don't think so! Chaos akan datang," ujar Yasonna.
Menurut Yasonna, masyarakat harus dewasa dalam berpolitik dan menjalankan pemerintah. Yasonna mengatakan pihaknya pun sangat terbuka untuk dikritik. Pun presiden sudah menunjukkan sikap itu.
"Jauh-jauh hari presiden memanggil saya di Istana Bogor untuk setop. Saya mencoba untuk meyakinkan teman-teman DPR, dan teman-teman DPR pun siap, bang Karni. Jadi mengapa kita hura-hura begini?" ujar Yasonna.
Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (BEM UGM) Yogyakarta Atiatul Muqtadir, alias Fatur menanggapi pernyataan Yasonna.
Dia mengkritik bahwa pemerintah sering menganggap gerakan-gerakan yang ramai digencarkan sebagai suatu hal yang tidak normal. Sebut saja, tudingan bahwa gerakan mahasiswa yang ditunggangi.
Baca Juga: Mahasiswa Digebuki Polisi di DPRD Sumut, Kapolda Janji Selidiki
Pun Fatur menegaskan gerakan mahasiswa yang dijalankan saat ini adalah independen. Dia menuding mungkin cara menjalankan roda pemerintahan yang justru tidak normal, bukan gerakannya.
"Pemerintah sering melihat pola-pola gerakan bahwa ketika muncul dan ramai dipandang tidak normal, dituduh ditunggangi dan sebagainya. saya ingin katakan gerakan kita independen. Kenapa sih tidak melihat gelombang massa besar ini bukan gerakannya yang tidak normal, tapi mungkin cara menjalankan pemerintahannya yang tidak normal," ujar Fatur.
Menanggapi jawaban Fatur, Yasonna tampak senyum-senyum sembari mengangguk-ngangguk. Penonton pun bertepuk tangan.
Ketua BEM Universitas Indonesia (UI) Manik Marganamahendra ikut menimpali. Dia mengatakan bahwa mahasiswa sangat kecewa.
"Kami sangat kecewa ketika pemerintah tidak bisa membantahkan begitu banyaknya permasalahan yang ada di negeri ini..." ujar Manik.
Yasonna pun sempat memotong namun seperti ada masalah pada mic-nya, "Jadi begini dek.."
Manik pun melanjutkan pernyataannya, "...kemudian malah membuat isu baru yang membuat publik ingin berpikir ulang kembali...."
"Jadi begini dek..." kata Yasonna.
Pun Manik tetap melanjutkan pernyataannya, "...saya rasa publik bisa menilai mana massa yang bergerak secara organik dan mana gerakan massa yang diarahkan dengan uang."
Yasonna pun mempertanyakan soal unjuk rasa yang berujung pada pembakaran, "Jadi begini dek. Kalau sudah membakar sampai ada korban, tell me! Emang itu tujuanmu?"
Manik pun menjawab pertanyaan Yasonna, "Tentu bukan, dan itu bukan kami."
"So?" bentak Menkumham sambil melotot ke arah perwakilan mahasiswa.
"Dan itu bukan kami, jelas," ujar Manik.
"That's it," ujar Yasonna dengan gestur menyudahi debat sambil mengoper mikrofon yang digenggamnya. Manik pun terdiam. Publik ILC pun mendadak hening.