Suara.com - Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (BEM UGM) Atiatul Muqtadir alias Fatur menanggapi kecewa penundaan pengesahan Revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).
Berbicara di Indonesia Lawyers Club TV One, Selasa (24/9/2019), mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) tersebut mengatakan bukan penundaan yang diharapkan para mahasiswa.
"Memang ketika kita mendengar presiden menunda, tunda itu kan sebenarnya bahasa politis, Bung Karni. Kalau kita lihat, sebenarnya kalau saat paripurna itu ya adanya tolak atau terima, enggak ada tunda," katanya.
Fatur pun tegas menyatakan, rekan-rekan mahasiswa di berbagai daerah yang berunjuk rasa menolak RKUHP, bukan sekadar ingin pengesahan ditunda. Dia menyebutkan harapan selanjutnya usai RKUHP ditolak.
Baca Juga: Mahasiswa Al Azhar Korban Demo Rusuh DPR, Kepala Retak, Tulang Patah
"Setelah ditunda nanti dibahas ulang dan melibatkan akademisi, melibatkannya masyarakat," lanjutnya.
Menurut mahasiswa angkatan 2015 ini, demokrasi rakyat Indonesia seharusnya tak menghasilkan hukum yang represif.
"Apa itu? Hukum yang dibentuk dalam, kalau misalnya bahasa Habermas (filsuf -red) itu splendid situation, jadi seharusnya dalam demokrasi itu kita menghasilkan produk hukum yang responsif. Tiga kriterianya, Bung Karni: parsitipasif, aspiratif, dan presisi," jelas Fatur.
Sementara itu, RKUHP, kata Fatur, banyak mengandung pasal karet, yang salah satunya akan berimbas kriminalisasi warga dengan pandangan berbeda dari pemerintah.
"Nah, jadi yang ingin saya tegaskan adalah, kami ingin ke depan, membaca kegelisahan hari ini yang bertubi-tubi, mahasiswa itu bukanlah manusia bodoh," tambah Fatur.
Baca Juga: Ikut Demo Mahasiswa, 'Anak STM' Mendadak Jadi Trending Topic
Ia lantas menyayangkan isu demo mahasiswa ditunggangi pihak tertentu, yang justru menjadi fokus banyak orang, sehingga mengaburkan substansinya. Padahal, kata Fatur, substansi unjuk rasalah yang seharusnya diperhatikan.