Suara.com - Ketua DPR RI Bambang Soesatyo bertemu dengan beberapa pengurus organisasi jurnalis saat mahasiswa sedang mengepung gedung DPR RI di Senayan, Jakarta, Selasa (24/9/2019) malam. Pertemuan itu berlangsung tertutup di pos pengamanan dalam dekat gerbang DPR RI.
Berdasrkan informasi yang dihimpun, pertemuan itu diikuti oleh perwakilan AJI, IJTI, PWI, LBH PERS, dan Dewan Pers. Inti dari pertemuan itu adalah menyampaikan masukan dari insan pers terkait beberapa pasal di RKUHP yang dianggap mengancam kebebasan pers.
Ketua AJI Abdul Manam mengatakan pertemuan itu hanya berlangsung sepuluh menit karena kondisi di sekitar gedung DPR sedang tidak kondusif dan Bamsoet juga masih diamankan di Pos Pamdal.
Baca Juga: Bentrok Seusai Magrib, Mahasiswa Dihujani Gas Air Mata di Belakang DPR
"Tadi sebentar, lima atau sepuluh menit lah tadi, enggak sampai 20 menit, kami tadi sudah nunggu dari jam setengah dua," kata Abdul Manam di Pos Pamdal DPR RI.
Manan kemudian menyoroti salah satu dari 10 pasal yang dianggap mengancam kebebasan pers antara lain pasal 219 terkait penghinaan presiden.
"Harusnya presiden tidak boleh mendapatkan previlage yang sangat besar, karena kan dia pejabat publik yang digaji rakyat, harusnya dia tidak boleh diberi proteksi yang sangat berlebihan, karena klausulnya batas antara menghina dan mengkritik itu kan sangat tipis," tegasnya.
Sedangkan politikus yang akrab disapa Bamsoet itu menyebut RKUHP ini dilakukan DPR dengan semangat anak bangsa. Politikus Golkar itu kemudian menilai kalau KUHP yang selama ini dipakai adalah undang-undang lama.
"Tapi semangat itu tidak boleh memberangus kebebasan kita kebebasan pers yang sudah kita miliki selama ini. Penundaan ini dalam pemahaman saya adalah memberikan ruang dan waktu lagi baik DPR dan pemerintah untuk melakukan pengkajian," ucap Bamsoet.
Baca Juga: Warga Sekitar DPR Datang Pakai Motor, Bantu Mahasiswa Korban Gas Air Mata