Suara.com - Sutradara Joko Anwar melontarkan kekecewaan terhadap Rachel Maryam, mantan artis yang kini menjadi anggota DPR dari Fraksi Gerindra.
Berawal saat Joko Anwar mengomentari artikel tentang DPR tidak setuju pasal penghinaan terhadap presiden dihapus. Padahal, Presiden Joko Widodo setuju.
Melalui cuitannya di akun jejaring sosial Twitter @jokoanwar, Selasa (24/9/2019), Joko Anwar berkicau menyebut, "Dewan perwakilan rancu."
Twit tersebut dikomentari Rachel Maryam. Dia menyebut pemerintah memukul menggunakan tangan orang lain. Alasannya, imbuh dia, mayoritas di DPR merupakan partai koalisi pendukung pemerintah.
Baca Juga: Akrabnya Bikin Salut! 5 Potret Verrell Bramasta dengan Adik Sambungnya
"Itu namanya mukul pakai tangan orang lain bang. Biar terlihat bersih tanpa dosa. Wong mayoritas di DPR itu partai koalisi pendukungnya sendiri kok," cuit Rachel melalui akun @cumarachel.
Membalas komentar, Joko Anwar pun malah mempertanyakan bukti-bukti terkait tudingan dari Rachel Maryam kepada pemerintah.
"Terus, yakin dia yang nyuruh, Hel? Punya bukti? Atau asal jeplak?" cuit Joko Anwar.
Di ujung cuitan, Joko Anwar mengaku kecewa secara personal dengan Rachel dan menyebut wakil rakyat yang hobinya bergunjing di media sosial.
"Mati dong kami rakyat. (Wakil rakyat) kualitasnya begini. Hobinya bergunjing di medsos. Kecewa banget saya personally dengan Anda," tutur Joko Anwar.
Baca Juga: Sebelum Dibunuh Ibu Angkat, Gadis Cilik Ini Diperkosa Dua Remaja
Presiden Joko Widodo meminta agar pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ditunda oleh DPR RI, karena terdapat 14 pasal bermasalah. Namun, Komisi III DPR RI mengatakan RKUHP dibuat bukan untuk Jokowi.
Wakil Ketua Komisi III Erma Suryani Ranik menilai, keinginan penundaan yang hanya berdasar pada Jokowi semata merupakan suatu hal yang tidak tepat.
Meski menurut Jokowi ada sejumlah pasal yang tak perlu dimuat, Erma menegaskan RKUHP ada bukan untuk kemauan Jokowi.
"Pak Jokowi berpikir kalau dia pribadi tidak masalah kalau pasal-pasal itu dihapuskan, itu klir saya dengar. Tapi kami ini bikin KUHP bukan untuk Pak Jokowi, tapi untuk negara," kata Erma di kompleks DPR, Selasa (24/9/2019).
"Jangan berpikir karena Pak Jokowi minta, maka ditarik. Pak Jokowi jadi presiden sampai 20 Oktober 2024, setelah itu presiden baru dong,” kata dia.