Pengguna Medsos Rentan Dipenjara, Usman Hamid Ungkap Alasan Tolak RKUHP

Minggu, 22 September 2019 | 11:47 WIB
Pengguna Medsos Rentan Dipenjara, Usman Hamid Ungkap Alasan Tolak RKUHP
Usman Hamid [suara.com/Nikolaus Tolen]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Suara kontra terhadap Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) terus digaungkan sejumlah pihak.

Salah satunya, Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid. Ia tegas menolak RKUHP, saat diwawancarai di program Rosi yang ditayangkan KompasTV pada Kamis (19/9/2019).

Usman Hamid menyebutkan, jika nantinya RKUHP sudah disahkan, banyak kalangan yang sangat mudah terkena hukuman penjara.

"Pers dan warga, masyarakat, termasuk anak-anak muda yang aktif di media sosial, itu rentan dipenjara. Karena itu (RKUHP) harus ditolak," ujar Usman Hamid.

Baca Juga: Soroti RUU KUHP Perzinahan, Australia Ingatkan Warga yang Mau ke Indonesia

Alasan pertama yang ia sebutkan yakni, RKUHP dibuat secara terburu-buru tanpa melibatkan para ahli, yuris, maupun pendapat umum masyarakat.

Selain itu, menurut Usman Hamid, orang lemah, baik, ataupun kritis bisa dengan mudahnya dikriminalkan dengan RKUHP, yang sebaliknya justru melindungi orang-orang berada dan berkuasa, meski melakukan korupsi sekalipun.

"Saya akan buktikan itu. Yang pertama, mengkriminalisasi yang lemah, misalnya, orang-orang di jalanan, misalnya para pengamen, itu bisa dipidana. Gelandangan, sampai ke soal pengamen, termasuk juga perempuan kalau pulang malam. Rosi kan sering pulang malam nih?" tanya Usman Hamid.

"Banget," sahut presenter Rosianna Silalahi.

"Kalau ditemukan di jalan, Rosi sendirian, seperti bingung, 'kenapa malam ini kurang ramai ya?' Gitu misalnya. Itu bisa dianggap telantar dan kena sanksi, Rp1 juta. Kecil sih buat seorang Rosi, tetapi itu buat orang biasa..." lanjutnya.

Baca Juga: Segera Dilantik Jadi Anggota DPR, Krisdayanti Resah dengan Revisi KUHP

"Tetapi itu ditangkap, dipidana, malunya lho," sela Rosi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI