Kementerian LHK Tengah Pelajari Penambahan Pasal Perampasan Keuntungan

Sabtu, 21 September 2019 | 15:51 WIB
Kementerian LHK Tengah Pelajari Penambahan Pasal Perampasan Keuntungan
Dirjen Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani. [Suara.com/Ummi Hadyah Saleh]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rasio Ridho Sani mengatakan pihaknya sedang mengkaji penambahan pasal yang dimungkinkan dalam Undang-Undang Nomor 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (LHK) kepada pelaku pembakaran hutan dan lahan.

Ridho menuturkan pasal pidana yang dikaji yakni penambahan pasal perampasan keuntungan.

"Kami melihat bahwa kami perlu mengembangkan pasal-pasal yang lain terhadap pasal 119 itu ada pidana tambahan. Salah satu pidana tambahan itu disamping hukuman pidana penjaranya tapi juga dapat digunakan perampasan keuntungan," ujar Ridho di Gado-gado Boplo, Cikini, Jakarta pada Sabtu (21/9/2019).

Ridho menuturkan, Kementerian LHK menilai karhutla memiliki kaitan erat upaya untuk mendapatkan keuntungan. Karena itu, pihaknya tengah mempelajari penggunaan pasal pidana tambahan untuk menjerat para pelaku pembakaran hutan dan lahan. Penambahan pasal tersebut merupakan pengembangan dari pasal sebelumnya.

Baca Juga: Polda Kalteng dan Tim KLHK Selidiki Kebakaran Lahan Milik Perusahaan Sawit

"Ini sedang kita pelajari. Karena kita memahami bahwa karhutla ini erat kaitannya dengan upaya untuk mendapatkan keuntungan, sedang kami telusuri ini. Kami akan gunakan pidana tambahan berupa perampasan keuntungan," ucapnya.

Ridho menilai kemungkinan ada perusahaan-perusahaan yang berulang -ulang melakukan pembakaran lahan. Hal tersebut kata Ridho bisa diketahui dari data forensik.

"Itu juga kami melihat kan bisa saja ada perusahaan berulang-ulang. Data kita kan tidak bisa dipungkiri, digital forensikan tercatat itu," tuturnya.

Bahkan kata Ridho, adanya titik atau hotspot lima atau 10 tahun lalu bisa dicek dengan menggunakan digital forensik.

"Hotspot itukan 5-10 tahun lalu kan masih ada. Kita tinggal mengecek lagi ke lapangan kita menggunakan ahli bahwa benar tempat ini pernah terbakar dengan memggunakan forensik," katanya.

Baca Juga: KLHK Klaim Australia Ikut Picu Kebakaran Hutan di Kalimantan

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI