Suara.com - Sekelompok lembaga swadaya masyarakat atau LSM yang tergabung dalam Climate Strike menyerukan darurat iklim. Mereka menilai Indonesia sudah saatnya bergerak untuk mencegah perubahan iklim di dunia.
Climate Strike melibatkan anak-anak dalam aksinya tersebut di depan Kantor Gubernur DKI Jakarta atau Balai Kota Jakarta, Jumat (20/9/2019). Aksi itu menyerukan, anak-anak saat ini sebagai korban perubahan iklim beberapa tahun mendatang.
Climate Strike adalah gabungan dari Amnesty International Indonesia, 350.org dan Greenpeace. Dalam aksi ini lebih dari 50 komunitas berkumpul melakukan pawai dari Balai Kota sampai Taman Aspirasi membawa poster poster yang menunjukan keresahan mereka akan iklim yang semakin darutar sambil bersorak dengan jargon mereka.
"No Action, No Feture", "What do we want ? Climate justice", dan "When do we want it ? Now" sebagian tulisan dari poster mereka. Aksi ini bertujuan menyuarakan situasi iklim yang sudah darurat ini sesegera mungkin. Karna ini akan berdampak kepada generasi muda ke depannya.
Baca Juga: Badan HAM PBB Sebut Perubahan Iklim Picu Kelaparan hingga Kekurangan Gizi
"Sebagai anak muda kita sudah nggak bisa tinggal diam lagi. Kita nggak bisa nunggu sampai kita sudah jadi doktor, sudah punya gelar dan menjadi sangat pintar," kata Tim Leader 350.org, Sisilia di Taman Aspirasi, Jakarta Pusat, Jumat (20/9/2019).
Dengan diadakan aksi ini diharapkan pemerintah segera mendeklarasikan akan daruratnya iklim di indonesia ini. Agar memdorong aksi peduli iklim lainnya.
Perubahan iklim adalah perubahan jangka panjang dalam distribusi pola cuaca secara statistik sepanjang periode waktu mulai dasawarsa hingga jutaan tahun. Istilah ini bisa juga berarti perubahan keadaan cuaca rata-rata atau perubahan distribusi peristiwa cuaca rata-rata. Semisal jumlah peristiwa cuaca ekstrem yang semakin banyak atau sedikit. Perubahan iklim terbatas hingga regional tertentu atau dapat terjadi di seluruh wilayah Bumi.
Salah satu yang menyebabkan perubahan iklim adalah emisi rumah kaca. Diharapkan lewat aksi ini pemerintah dapat berambisi menekan setinggi tingginya emiisi rumah kaca.
"Di masa depan kalau tidak di tangani sekarang, dan waktu kita tinggal 11 tahun lagi. Kalau anak - anak di sini umur 10 tahun sekarang misalnya 11 tahun lagi mereka umur 21 tahun, lagi produktif - produktifnya. Tapi kalau buminya rusak bagai mana nasib mereka," kata Sisilis. (Shifa Audia)
Baca Juga: Wakil Ketua DPR Ajak ASEAN Pertahankan Perubahan Iklim