Suara.com - Rancangan Undang-Undang KUHP yang segera disahkan DPR RI, turut menyita warganet salah satunya aktivis HAM Tunggal Pawestri.
Melalui akun pribadinya, Tunggal Pawestri menyuarakan penolakannya terkait RUU KUHP.
Ia membagikan draft pasal-pasal yang dinilainya tidak jelas dan tidak pasti, seperti yang sudah disusun oleh @maidina__.
Baca Juga: Jubir Prabowo: UU KUHP Dirancang untuk Hukum Rakyat Kecil
Tercatat ada 10 poin yang menuai kontroversi sehingga dikritisi habis-habisan di media sosial.
Selengkapnya, berikurt 10 poin RUU KUHP yang ramai dibicarakan.
1. Menurut Pasal 470 RUU KUHP, koban perkosaan yang sengaja menggugurkan kandungan bisa dipidana penjara 4 tahun. Pasal ini dianggap meresahkan yakni mengenai pengguguran kandungan (aborsi) yang dinilai sangat kontroversial. Pasal itu dinilai diskriminatif terhadap korban perkosaan dan perempuan lainnya, serta bertentangan dengan UU Kesehatan yang sudah terlebih dahulu ada.
Di mana sejatinya, aborsi itu dilarang di Indonesia. Hal tersebut diatur dalam Pasal 75 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Namun dalam ayat 2 pasal tersebut, terdapat pengecualian untuk korban pemerkosaan dan ibu dalam keadaan gawat darurat.
Pada pasal 76, terdapat penjelasan bahwa praktik aborsi untuk korban pemerkosaan dapat dilakukan saat usia kehamilan maksimal enam minggu.
Baca Juga: Ini Beda Denda Jadi Gelandangan Menurut RUU KUHP dan Perda DKI Jakarta
2. Kemudian soal gelandangan dapat dikenai denda Rp 1 juta sesuai Pasal 431 RUU KUHP. Pasal ini mengatur pemidanaan gelandangan. Oleh beberapa kalangan pasal ini dinilai sebagai warisan kolonial yang dinilai bukan sebagai solusi sekaligus aneh karena gelandangan diharuskan membayar denda. Termasuk apabila ada perempuan yang terlunta-lunta dan dianggap gelandangan bisa berpotensi dikenai sanksi denda.