Suara.com - Mahkamah Konstitusi (MK) diprediksi bakal dibanjiri gugatan uji materi atau judicial review terkait Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang baru saja direvisi oleh pemerintah dan DPR RI beberapa waktu lalu.
Ketua MK Anwar Usman menyatakan MK pasti akan bersikap dengan semestinya apabila banyak gugatan yang diajukan ke MK.
Anwar mengatakan bahwa seyogyanya apabila ada gugatan yang didaftarkan ke MK terkait dengan uji materi UU KPK, maka MK sejatinya akan menerima kemudian memprosesnya hingga sampai ke tahap memutuskan.
"Ya, pokoknya MK bersifat pasif, jadi kalau ada pengujian undang-undang apapun tentu tidak ada kata lain kecuali ya akan disidangkan, akan diterima, akan disidangkan dan diputus," kata Anwar saat ditemui di Gedung Mahkamah Agung, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Kamis (19/9/2019).
Baca Juga: Koalisi Masyarakat Anti Korupsi Kirim Surat ke PBB Terkait UU KPK Baru
Lebih lanjut, Anwar menerangkan bahwa setiap uji materi yang dilakukan, maka alat ukurnya itu menggunakan Undang-Undang Dasar (UUD). Nantinya MK melihat apakah uji materi yang diajukan tersebut apakah telah sesuai atau malah bertentangan dengan UUD yang ada.
"Bila sebuah UU diuji tentu ada dasar pengujiannya pasal berapa dalam UUD," ucapnya.
Mayoritas para aktivis anti korupsi mulai merencanakan untuk menggugat UU KPK hasil revisi Tahun 2019 ke MK karena dianggap banyak pasal yang malah melemahkan penindakan korupsi.
Seperti yang akan dilakukan oleh Koalisi Masyarakat Sipil. Pihak tersebut berencana untuk mengajukan mengajukan uji materi atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Rencana itu akan dilaksanakan usai UU KPK telah disahkan DPR dan pemerintah.
Bentuk kekecewaan masyarakat telah disalurkan melalui pengangkatan poster bernada penolakan UU KPK di depan Gedung DPR RI. Indonesia Corruption Watch Lalola Easter mengatakan langkah lanjutan yang mulai dipikirkan oleh elemen masyarakat ialah mengajukan uji materi ke KPK.
Baca Juga: Minta Firli Bahuri Tak Dilantik, Belasan Mahasiswa Gugat UU KPK Baru ke MK
"Secara formil yg paling mungkin adalah judicial review atau pengujian materi ke Mahkamah Konstitusi itu langkah yang sejauh ini masih memungkinkan dilakukan," kata Lalola di depan Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Selasa (17/9/2019).
Akan tetapi Lalola menyebutkan bahwa rencana itu masih harus dibahas karena UU KPK sendiri masih hangat disahkan oleh DPR dan pemerintah. Salah satu poin yang dalam revisi UU KPK ialah adanya Dewan Pengawas KPK.
Lalola mengungkapkan bahwa kehadiran Dewan Pengawas justru malah melemahkan kinerja KPK. Adanya poin yakni meminta izin penyadapan kepada Dewan Pengawas misalnya, Lalola mengungkapkan bahwa hal tersebut dipandang malah memperlambat efektivitas KPK dalam menuntaskan kasus korupsi.
"Mereka punya kewenangan untuk mengizinkan atau tidak mengizinkan penyadapan dilakukan misalnya terus mengizinkan penyitaan atau tidak melakukan penyitaan jadi upaya-upaya paksa hukum itu di internal KPK sendiri harus melalui mekanisme dewan pengawas," katanya.