Suara.com - Salah satu peneliti di Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) ikut angkat bicara terkait polemik revisi Undang-undang KPK serta pemilihan pimpinan baru komisi antirasuah itu.
Melalui riset content analysis, Assosiate Researcher LP3ES Dr. Ismail Fahmi mengaitkan hal ini dengan fenomena cyber troops dan komputerisasi propaganda.
Kontroversi KPK semakin ramai dibicarakan sejak sepekan terakhir baik di media sosial seperti di Twitter, Facebook, media online dan lain-lain. Fenomena ini dikaji oleh Dr. Ismail Fahmi.
“Jadi ini ada dua pertanyaan yang ingin kita jawab lewat penelitian ini, pertama apakah ada yang namanya fenomena cyber troops dan komputerisasi propaganda?. Kedua apa yang mereka lakukan dalam memanipulasi opini publik terkait dengan KPK?," ujar Ismail Fahmi di ITS Tower, Pasar Minggu, Jakarta, Rabu (18/9/2019).
Baca Juga: Kawal Uji Materi UU KPK di MK, ICW: Perang Ini Belum Berakhir
Ia menjelaskan, cyber troops adalah team yang ada di cyber atau internet yang digunakan oleh pemerintah militer atau partai politik dan propaganda yang sifatnya otomatisasi untuk membangun opini publik.
Di mana cyber troops juga dipakai saat kontestasi pemilu dan berfungsi mempengaruhi opini publik.
Menurut Fahmi, ada empat kelompok cyber troops yakni kelompok oposisi, kelompok yang pro pemerintah, information (media) dan public. Di sini peran media sangat lah penting dalam menyebar kan informasi.
"Satu hal yang saya garis bawahi adalah ketika ada masalah media punya peranan yang sangat penting karena dia berada di tengah dan dia bisa menyampaikan informasi entah benar entah salah itu akan dipakai oleh masing-masing kubu," kata Fahmi.
Mekanisme memanipulasi opini publik ini dilakukan melalui hastag, narasi dan pembuatan konten sepeti meme. Namun kejanggalan terasa ketika muncul tweet yang tidak normal dari sebuah akun yang mentweet beberapa tweet secara bersamaan yang dinilai kurang masuk akal.
Dari itu, Dr. Ismail Fahmi mengidentifiksi adanya tanda-tanda spam yang dilakukan oleh robot.
Baca Juga: KPK Pelajari Pasal 45 UU KPK Baru yang Berpotensi Sudutkan Novel Baswedan
“Ini contohnya kalau dilihat dia melakukan tweet pada jam yang sama 18.59 bisa bikin beberapa tweet sekaligus. Gak mungkin kalau kita nulis, copas-copas juga gak mungkin, ini dilakukan oleh robot. Give away juga sama, jadi yang merespon give away bukan hanya orang tapi robot juga," Fahmi menjelaskan.