Suara.com - Sejumlah massa yang tergabung dalam Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil (Kormas) menggelar aksi damai di kantor pusat Pertamina di Jakarta, Rabu (18/9/2019). Dalam aksi itu, massa mendesak perusahaan milik negara ini segera membuka data lengkap sumur YYA-1 yang bocor di pantai Karawang, Jawa Barat.
Sumur YYA-1 diketahui mengalami kegagalan operasional, bocor (blow out) tidak terkendali, yang menyebabkan tumpahan minyak (oil spills) sejak 12 Juli 2019 lalu di perairan lepas pantai Karawang.
"Ini kita masih belum melihat, Pertamina sendiri terbuka informasi membuka informasi terkait soal, apa penyebab tumpahan minyak yang ada di pesisir Karawang yang ada di perairan laut Karawang, penting melihat untuk Pertamina membuka bagaimana mekanisme pemulihannya yang tidak di buka secara terbuka kepada publik," kata koordinator Kormas, Bagus saat dihubungi Suara.com, Rabu (18/9/2019).
Bagus yang juga aktivis Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Nasional, menyatakan bahwa masyarakat sipil hingga saat ini telah melayangkan dua kali surat permohonan informasi kepada pihak Pertamina agar membuka data sumur YYA-1 secara lengkap. Permohonan informasi tersebut dilakukan dengan mekanisme Pasal 22 UU 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Baca Juga: Desak Pertamina Buka Data Tumpahan Minyak di Karawang
"Surat pertama kita kirim belum ada balasan, baru kemarin surat kedua kita masukkan tanggal 16 September, dalam waktu 30 hari ini tidak ada respon. Ya kemungkinan besar kita akan melakukan sengketa informasi ke Komisi Informasi Publik," ujar Bagus.
Menurut dia, bahwa Pertamina tidak menjalankan SOP dengan baik dalam menyelesaikan masalah ini. Pertamina malah mengatakan peristiwa ini sebagai berkah karena nelayan mendapatkan pekerjaan baru.
"Sebenernya sudah terlihat bahwa mereka (Pertamina) tidak menjalankan SOP, terkait kejadian oil spill misalnya, padahal ketika ada operasi seharusnya ketika melakukan operasi pengeboran ada," kata Bagus.
“Pertamina juga menggiring opini media dan opini masyarakat bahwa tumpahan minyak ini adalah berkah bagi para nelayan, karena mereka mendapatkan pekerjaan tambahan untuk mengumpulkan tumpahan minyak yang dihargai Rp 20.000 per karung," sambung dia.
Lebih lanjut dia mengatakan, akibat dari peristiwa ini sangat berdampak pada masyarakat di daerah pesisir pantai Karawang baik jangka pendek maupun jangka panjang. Termasuk mata pencarian yang hilang dan kondisi kesehatan yang memburuk akibat lingkungan yang tercemar racun.
Baca Juga: Ngeri, Ini Nasib Sopir Bus Tahun 70an Usai Serempet Mobil Dirut Pertamina
“Kerugian jangka pendeknya ya mereka tidak bisa melaut karena laut wilayah tangkapan mereka kan apa yang pertama rusak oleh tumpahan minyak, yang kedua juga mereka tidak bisa lalu lalang karena banyak dipasang oil pump di sekitaran perairan Karawang,” kata Bagus.
Sementara untuk jangka panjang, kata Bagus, yang mengkhawatirkan adalah soal kesehatan yang sampai saat ini penanganan dinilai belum jelas.
Atas kondisi itu, Bagus berharap kepada pemeritah agar tuntas menangani permasalahan ini. Tidak hanya selesai ketika berhasil menutup semburan minyaknya, tapi dampak yang sudah menyebar bahkan disebut telah sampai ke perairan Banten.
"Kasus-kasus di tempat lain bisa memakan waktu 4 sampai 6 tahun, bahkan tapi mau nggak mau ya harus dilakukan itu tidak hanya selesai sampai menghentikan semburan tapi sampai benar benar memulihlan ekosistem dan warganya," imbuh Bagus. (Rifaldo)