Pakar Hukum: Dewas KPK Ditunjuk Jokowi Jelang Mega Proyek Pindah Ibu Kota?

Rabu, 18 September 2019 | 20:05 WIB
Pakar Hukum: Dewas KPK Ditunjuk Jokowi Jelang Mega Proyek Pindah Ibu Kota?
Pegiat anti korupsi menggelar aksi di depan gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (17/2).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Dewan Pengawas KPK akan dipilih Presiden Jokowi tanpa melalui proses panitia seleksi. Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas Feri Amsari mengatakan, mekanisme seperti itu patut dipertanyakan.

Sebab, kata dia, pemilihan Dewas KPK oleh presiden tanpa proses seleksi dari kepanitiaan bakal berimbas pada persoalan independensi anggotanya.

Feri mengatakan, pemilihan langsung oleh Presiden Jokowi tak menjadi jaminan anggota Dewan Pengawas KPK bersih dari segala kepentingan politik.

"Bagaimana menjamin bahwa presiden tidak menitipkan orang-orangnya? Karena dia ditunjuk langsung oleh presiden," kata Feri dalam diskusi bertajuk Menatap Pemberantasan Korupsi dengan UU Revisi di kawasan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Rabu (18/9/2019).

Baca Juga: Wiranto soal Dewan Pengawas KPK: Presiden Sekalipun Kekuasaannya Terbatas

Feri kemudian menghubungkan hal tersebut dengan pemerintah yang juga sedang disibukkan oleh rencana pemindahan ibu kota dari DKI Jakarta ke Kalimantan.

Menurutnya, pemindahan ibu kota merupakan proyek besar yang membutuhkan dana tak sedikit. Karenanya, Feri mengatakan terdapat potensi penyimpanan dana mega proyek tersebut.

Di lain sisi, kata Feri, KPK nantinya harus meminta izin tertulis dari Dewan Pengawas kalau ingin melakukan penyadapan

"Kalau kemudian seluruh proyek ini ternyata ada misi-misi atau penyalahagunaan kekuasaan, ini mega proyek, uangnya banyak, ada potensi penyimpangan. Siapa yang akan menyadapnya dan siapa yang akan mengawasi penyadapan?" kata dia.

Jangan Berprasangka

Baca Juga: Wiranto: KPK Perlu di Bawah Dewan Pengawas!

Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly memastikan Dewan Pengawas tetap berada di dalam internal Komisi Pemberantasan Korupsi. Posisi anggota dewan pengawas, lanjut Yasonna juga setara dengan pimpinan KPK.

Hal itu disampaikan Yasonna seusai menghadiri pengesahan perubahan kedua RUU Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK dalam rapat paripurna DPR RI, Selasa (17/9/2019) siang.

"Berikutnya, mengapa perlu badan pengawas? Badan pengawas ini bukan eksternal, beda dengan Komjak, Kompolnas. Dia (dewan pengawas) internal di dalam, menjadi bagian KPK. Inspektoratnya, hanya berbeda dengan internal yang lama, ini kami atur menjadi lebih baik," kata Yasonna.

Yasonna juga menanggapi ihwal penolakan tiga fraksi di DPR soal Dewan Pengawas KPK dipilih langsung oleh presiden.

Menurut Yasonna, pemilihan langsung anggota Dewan Pengawas KPK oleh presiden sudah sesuai aturan. Lantaran, presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan memiliki wewenang tersebut.

"Ingat ya, presiden adalah pemegang kekuasaan pemerintahan di Indonesia. Makanya dia mendapat mandat dari seluruh Rakyat Indonesia, itu presidensialisme," kata Yasonna.

Ia meminta agar keberadaan Dewan Pengawas KPK tak ditanggapi secara negatif. Ia menilai, Jokowi selaku presiden tentunya akan melakukan hal baik, terutama menyangkut KPK dan tindak pidana pemberantasan korupsi.

Yasonna juga mengingatkan, pemilihan langsung Dewan Pengawas KPK oleh Jokowi hanya dilakukan sekali, yakni untuk periode 2019-2023.

"Ini supaya cepat, dipilih oleh presiden. Periode kedua dan setelah-setelahnya bakal dikonsultasikan dengan DPR,” kata dia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI