Suara.com - Sidang paripurna DPR RI yang salah satunya beragendakan pengesahan hasil revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, Selasa (17/9/2019), hanya dihadiri 80 orang dari total 560 wakil rakyat.
Tingkat kehadiran hanya 80 orang tersebut berdasarkan penghitungan awak media, yang melakukan peliputan di ruang sidang.
Sementara berdasarkan klaim pemimpin sidang paripurna, ada 289 orang yang sudah menandatangani daftar hadir.
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat RI periode 2014-2019, Fahri Hamzah mengakui bangku ruang sidang paripurna 9 pada Selasa (17/9/2019) banyak yang kosong.
Baca Juga: UU KPK Sah! Jokowi Ingkar Janji, Rakyat Terancam Dijajah UU Sendiri
Namun, ia tidak ingin hal itu terus dibahas. Apalagi, soal banyak bangku kosong sering diberitakan setiap paripurna.
Menurutnya, kalau soal banyak kursi kosong terus dibahas, bakal memancing emosi masyarakat.
"Kita hanya memancing emosi masyarakat saja kalau membahas ruang paripurna. Memang kenyataannya ruang paripurna begini," ujar Fahri, saat memimpin pembahasan II RUU Sumber Daya Air, di Senayan, Jakarta, Selasa (17/9/2019).
Wartawan, menurut Fahri, keliru kalau melihat paripurna sebagai objek foto. Padahal, kata dia, ruang paripurna itu substansinya adalah apakah wakil rakyat setuju atau tidak terhadap undang-undang baru.
"Mau 500 orang yang ambil keputusan atau hanya 5 orang, hasilnya sama saja, sebab opsinya tinggal dua (setuju atau tidak)," ujar Fahri.
Baca Juga: Kantor dan Mobil Dinas Kabid PUPR Kepri Digeledah, KPK Sita Dokumen
Sementara Direktur Advokasi Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Oce Madril mengemukakan, penyidikan kasus-kasus korupsi besar yang ditangani oleh KPK berpotensi terhenti setelah hasil revisi UU KPK disahkan DPR.