Suara.com - Fraksi Partai Gerindra dan PKS di DPR RI memberikan catatan dalam pembahasan revisi UU UU nomor 30 tahun 2002 yang digelar di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Senin (16/7/2019) malam.
Anggota Fraksi PKS DPR RI Ledia Hanifa menjelaskan soal dua poin yang menjadi catatan terkait RUU KPK.
Menurutnya, poin pertama yang dicatat adalah soal dewan pengawas KPK. Fraksi Gerindra meminta agar keberadaan dewan pengawas harus memberikan andil untuk penguatan lembaga antirasuah tersebut.
"Dalam draft revisi UU KPK, pemilihan Dewan Pengawas dilakukan oleh Presiden, namun kami menilai harus ada unsur dari pemerintah, DPR, dan masyarakat," kata Ledia.
Baca Juga: Sibuk Dukung RUU KPK, 2 Perempuan Ini Tak Tahu Siapa Pimpinan KPK
Ledia menyebutkan, pemilihan Dewas KPK juga harus melalui prosedur sebagaimana penyeleksian Calon Pimpinan (Capim) KPK yang dilakukan tim panitia seleksi (Pansel).
Poin kedua yang dicatat adalah terkait penyadapan.
Ledia meminta agar proses penyadapan di KPK hanya dengan pengajun pemberitahuan tertulis dan bukan menunggu izin dari dewan pengawas.
"Lalu agar kemudian tugasnya bisa berjalan lancar dengan pertimbangan bahwa dewan pengawas nanti akan melakukan evaluasi monitoring dan audit," katanya.
Sementara itu, anggota Fraksi Partai Gerindra Bambang Haryadi mengatakan sikap fraksinya sudah disampaikan secara tertulis khususnya terkait dewan pengawas. Sikap tersebut akan disampaikan secara terbuka di rapat Paripurna yang dijadwalkan Selasa (16/9/2019) besok.
Baca Juga: Sibuk Dukung RUU KPK, 2 Perempuan Ini Tak Tahu Siapa Pimpinan KPK
Sedangkan untuk fraksi Demokrat sendiri belum memberi pandangan lantaran masih ingin berkonsultasi terlebih dahulu.
Sebelumnya, anggota Panja Revisi UU KPK Taufiqulhadi mengatakan, rapat pembahasan RUU KPK sengaja digelar malam ini lantaran mengejar waktu pengesahan di masa akhir periode anggota dewan 2014-2019 yan jatuh pada September, tahun ini.
"Kami mengejar waktu, waktu sangat pendek masa periode ini. Jadi masa periode ini kita selesaikan karena dalam sejarah DPR tidak pernah, jarang sekali, carry over itu bisa terlaksana dengan baik sesuai rancangan sebelumnya. Bayangkan KUHP itu berapa kali carry over, enggak berhasil-berhasil," kata Taufiqulhadi di DPR RI.