Suara.com - Masyarakat sipil yang tergabung dalam beragam Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) peduli lingkungan memberikan tuntutan kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi melalui surat terbuka terkait dengan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi di wilayah Kalimantan dan sebagian Sumatera. Karhutla yang menimbulkan efek penyebaran kabut asap itu dinilai oleh beragam LSM mesti mendapatkan perhatian serius dari pemerintah karena dampaknya yang langsung dirasakan masyarakat.
Surat terbuka itu dibacakan secara bergantian oleh perwakilan dari Walhi, KontraS, Solidaritas Perempuan, Konsorsium Pembaruan Agraria, dan YLBHI. Dewan Eksekutif Nasional Politik Walhi Khalisah Khalid mengatakan bahwa kejadian karhutla di Indonesia terjadi dalam masa yang sangat panjan namun minim dengan penindakan.
Kemudian, akibat karhutla yakni kabut asap yang menyelimuti daerah Kalimantan dan sebagian wilayah Sumatera mengganggu kesehatan warga bahkan menimbulkan korban.
"Sedih, marah, kecewa, dan campur aduk perasaan kita dengan situasi ini sebenarnya sudah menunjukkan bencana darurat, di mana korban paling banyak yang berdampak adalah kelompok rentan, balita, anak-anak, perempuan, lansia yang akan mengalami risiko yang lebih besar," kata Khalisah di Kantor Walhi Nasional, Jalan Tegal Parang, Jakarta Selatan, Senin (16/9/2019).
Baca Juga: Kebakaran Hutan Gunung Merbabu Padam, 436 Hektare Lahan Gosong
Kabut asap yang sudah mengkhawatirkan itu juga menjadi perhatian masyarakat melalui media sosial. Namun yang disayangkan ialah ketika pemerintah malah mencari kambing hitam di balik parahnya peristiwa karhutla.
Seharusnya yang menjadi perhatian pemerintah ialah perusahaan industri mayoritas kelapa sawit. Akan tetapi pemerintah malah menganggap adat masyarakat yang menjadi penyebabnya.
"Sebenarnya ini menunjukkan kegagagalan negara," ujarnya.
Dengan demikian beragam LSM peduli lingkungan membuat surat terbuka kepada Presiden Jokowi melalui kementerian terkait dalam waktu secepatnya.
Berikut ialah isi surat terbuka untuk Jokowi.
Baca Juga: Mahasiswa Bakar Ban Bekas, Demo Asap Kebakaran Hutan di Kantor Gubernur
1. Segera mengambil langkah tanggap darurat dan memastikan semua layanan kesehatan bagi warga yang terdampak kabut asap, dengan menyediakan seluruh fasilitas kesehatan dan pelayanan psikis secara cepat dan gratis, menyediakan tempat-tempat pengungsian dengan kelengkapan kesehatan yang dibutuhkan, khususnya bagi kelompok rentan.
2. Membangun sistem respon untuk penanganan kebakaran hutan dan lahan, termasuk evakuasi masyarakat, terutama perempuan, anak-anak, dan lansia ke lokasi aman. Kebakaran hutan, sudah menjadi hal yang sering terjadi, karena itu perlu dibangun mekanisme dan sistem respon cepat, bila terdeteksi adanya titik api, sebelum api menjadi semakin luas.
3. Memastikan jaminan pemenuhan terhadap hak-hak dasar warga negara, sebagaimana yang termaktub dalam Konstitusi, khususnya pasal 28A yang menyebutkan bahwa setiap orang berhap untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya, dan pasal 28H yang menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh layanan kesehatan. Melibatkan Lembaga HAM negara (Komnas HAM, Komnas Perempuan, dan KPAI) untuk memastikan pemenuhan hak-hak dasar warga negara terdampak asap.
4. Segera membatalkan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan Mahkamah Agung (MA) dengan nomor perkara 3555 K/PDT/2018 diketok pada 16 Juli 2019, dan segera melaksanakan seluruh putusan MA tersebut.
5. Menghentikan pernyataan yang berisi tuduhan yang mengkambinghitamkan masyarakat adat/masyarakat lokal/peladang atas kebakaran hutan, demi melindungi korporasi. Sepanjang pekan ini kami masih melihat bahwa pemerintah masih saja menyalahkan peladang, meski dihadapkan pada fakta temuan lapangan, bahwa titik api sebagian besar di kawasan konsesi, termasuk proses penegakan hukum yang sebagian besar diketahui berada di lahan korporasi (42 penyegelan KLHK berada di konsesi, dari 47 penyegelan kasus karhutla). Membuka kepada publik lahan-lahan konsesi terbakar, beserta nama korporasi terkait sebagaimana putusan Mahkamah Agung atas gugatan citizen lawsuit, dan putusan MA atas gugatan informasi publik terhadap HGU sebagai informasi publik.
6. Melakukan evaluasi menyeluruh secara strategis, terhadap Kementerian dan Lembaga terkait, yang bisa dimintai pertanggungjawaban terkait penanganan kebakaran hutan dan lahan, seperti Kementerian Lingkugan Hidup dan Kehutanan, Badan Restorasi Gambut (BRG), Kementerian ATR/BPN, dan Kementerian Pertanian, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA) dan pemerintah daerah. Menghentikan lempar tanggungjawab antara pemerintah pusat dan daerah, yang justru semakin memperburuk penanganan asap.
7. Melakukan review izin, audit lingkungan, serta pencabutan izin konsesi pada korporasi yang lahannya terbakar atau ditemukan titik api. Serta segera melakukan eksekusi putusan-putusan terkait kebakaran hutan dan lahan gambut yang telah berkekuatan hukum tetap, secara akumulatif dari tahun 2015-2018. Melakukan review menyeluruh dan pencabutan terhadap regulasi dan rancangan regulasi yang mengancam lingkungan hidup dan sumber kehidupan rakyat.
8. Segera mengesahkan UU Masyarakat Adat yang memberikan pengakuan dan perlindungan terhadap hak masyarakat adat, termasuk melindungi kearifan dan praktik-praktik pengelolaan sumber daya alam yang dimiliki oleh Masyarakat Adat. Pengesahan ini juga bagian dari upaya menghentikan pelabelan negatif selama puluhan tahun hingga hari ini dari negara terhadap Masyarakat Adat dalam setiap peristiwa karhutla.
9. Segera melakukan pemulihan lingkungan hidup yang berkeadilan bagi masyarakat terdampak kebakaran hutan dan lahan gambut.
10. Membangun kerjasama antar daerah/wilayah untuk penanganan kebakaran hutan dan lahan gambut.