Suara.com - Mantan Ketua KPK Busyro Muqoddas mengungkapkan, ada yang sengaja menyebar isu ”polisi Taliban” atau orang-orang Taliban di KPK, guna melemahkan lembaga antirasywah tersebut di hadapan publik.
Bahkan, Busyro menduga, isu Taliban KPK itu disebar oleh orang-orang istana. Namun, ia tak menyebut siapa ”orang istana” yang dimaksud.
"Taliban itu enggak ada istilahnya dalam konteks radikal. Hanya ini dipolitisasi dan politisasi itu ada indikasi dari istana," kata Busyro saat ditemui di Kantor PW Muhammadiyah Jatim, Surabaya, Sabtu (14/9/2019).
Sebenarnya, kata Busyro, istilah polisi Taliban atau kelompok Taliban tersebut sudah ada sejak lama di dalam KPK. Bahkan, sebelum ia menjabat sebagai wakil ketua KPK, istilah itu sudah ada.
Baca Juga: Revisi Undang-undang KPK Tak Masalah, Yang Dipersoalkan Prosedurnya
Ia mengaku, awalnya merasa heran ketika mendengar istilah Taliban. Seiring berjalannya waktu, ia mulai paham sebutan Taliban itu untuk mengartikan militansi para penyidik KPK.
"Waktu saya masuk itu sudah ada istilah Taliban, saya heran, lho kok Taliban? Ternyata Taliban itu menggambarkan militansi orang-orang Afghanistan, dan penyidik-penyidik KPK itu militan," ujarnya.
Busyro menyangkal istilah Taliban itu dikaitkan atau diidentikkan dengan radikalisme, apalagi ada penyidik berideologi seperti itu.
Ia mengungkapkan, istilah taliban itu dulu di KPK tidak untuk menyudutkan penyidik dari agama tertentu. Apalagi untuk menunjukkan sejumlah penyidik berideologi radikalis agama.
"Ini ada (penyidik) Kristiani, Kristen, ini Kadek beragama Hindu, ini Novel Baswedan Cs Islam, mereka biasa-biasa saja. Jadi Taliban itu dulu enggak dipakai untuk merujuk konteks radikal," ucapnya.
Baca Juga: Pimpinan KPK Firli Bahuri Diminta Tak Usah Hiraukan Ucapan Miring
Karenanya, Busyro menyayangkan sikap panitia seleksi calon pemimpin KPK periode 2019-2023 yang sibuk membahas isu radikalisme pada lembaga tersebut.
Padahal, kata dia, isu integritas serta rekam jejak para capim KPK lebih penting disorot. Apalagi, pansel meloloskan Irjen Pol Firli Bahuri yang sebenarnya memiliki catatan kode etik kategori berat. Firli kekinian sudah terpilih sebagai Ketua KPK.
"Isu Polisi Taliban kemudian dikembangkan oleh pansel, mengapa baru diumumkan? Pansel itu tak punya pekerjaan, tak punya konsep. Ada tiga guru besar, materi psikotesnya pakai isu-isu radikalisme, tapi pertanyaan-pertanyaannya itu childish banget. Misalnya kalau ada bendera Merah Putih, hukum menghormati itu bagaimana? Kayak anak SMP itu," cibir Busyro.
Kontributor : Arry Saputra