Suara.com - Industri pembakar arang di kawasan Cilincing yang mencemari lingkungan telah memakan korban. Seorang guru SDN Cilincing 07 Pagi bernama Saefudin mengalami radang paru-paru atau pneumonia.
Kepala Sekolah SDN 07 Pagi, Juhaedin mengatakan Saefudin mengidap pneumonia karena kerap beraktifitas di dekat industri itu. Saefudin sudah mengajar di SD itu sejak tahun 2002.
"Guru saya tinggalnya di Kampung Sawah, nah sejak 2002, tiap hari kan melewati aktivitas pembakaran arang," ujar Juhaedin saat dihubungi, Jumat (13/9/2019).
Kondisi Saefudin, kata Juhaedin, sampai saat ini masih memburuk. Juhaedin menyebut Saefudin harus dirawat di Rumah Sakit Koja karena pneumonia.
Baca Juga: Industri Bakar Arang Ada Sejak 1970, Sekolah Ini Selalu Kotor Karena Debu
"Guru saya dirawat di rumah sakit sudah dua bulan parahnya. Hasil analisa dokter bulan Maret kena infeksi saluran pernafasan, itu pneumonia," jelasnya.
Tidak hanya Saefudin, dampak asap buangan industri itu disebut Juhaedin membuat warga lainnya sakit. Ia mengaku belum lama ini ada bayi yang menderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dan warga lainnya yang mengalami kecelakaan.
"Belakangan banyak protes dari masyarakat juga karena yanh kena bukan hanya guru tapi juga bayi yang di sekitar rumah kita terkontaminasi ISPA karena pembakaran asap," pungkasnya.
Kekinian, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta telah melakukan penindakan dengan meminta agar pembakaran arang dihentikan. 25 pelaku usaha yang sama di kawasan itu diminta menjadi penyalur arang.
Sebelumnya, Kepala DLH DKI Andono Warih mengatakan, pihaknya mengetahui adanya industri yang mencemar udara dari laporan warga sekitar. Bahkan, kegiatan industri itu berlangsung selama 24 jam.
Baca Juga: Anies Bakal Beri Sanksi Industri Bakar Arang di Cilincing yang Cemari Udara
Dari laporan itu, pihaknya, kata Andono, telah melakukan penelusuran. Hasil analisa DLH didapatkan parameter NO2 dan H2S melebihi baku mutu dari perusahaan tersebut.
"Paparan NO2 dengan kadar 5 ppm selama 10 menit pada manusia menyebabkan kesulitan dalam bernapas dan H2S menyebabkan bau yang mengganggu kenyamanan lingkungan," kata Andono.