Industri Bakar Arang Ada Sejak 1970, Sekolah Ini Selalu Kotor Karena Debu

Jum'at, 13 September 2019 | 21:59 WIB
Industri Bakar Arang Ada Sejak 1970, Sekolah Ini Selalu Kotor Karena Debu
Gedung bertingkat tersamar kabut polusi udara di Jakarta, Senin (8/7). [ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Industri rumahan pembakaran arang di Jalan Inspeksi Cakung Drain, Semper Timur, Cilincing, Jakarta Utara, disebut telah mencemari udara. Usaha tersebut diketahui sudah ada sejak tahun 1970.

Kepala Sekolah SDN 07 Cilincing, Juhaedin, mengatakan dampak kegiatan industri itu sudah berlangsung turun-temurun. Saat 1970, kawasan di sekitar industri masih berupa lahan kosong dan rawa-rawa.

"Itu (industri pembakaran arang) dari tahun 70-an, sudah ada. Kan tanah kosong itu sebelumnya," ujar Juhaedin saat dihubungi, Jumat (13/9/2019).

Juhaedin mengatakan, pada tahun 1996 ketika sekolah tempatnya bekerja didirikan, masyarakat yang tinggal semakin banyak. Dampak kegiatan industri itu bahkan sampai membuat kotor sekolah karena banyaknya abu.

Baca Juga: Sindir Anies, Ferdinand Demokrat: Atasi Polusi Tak Perlu Belajar ke Denmark

"Terlihat jelas abu-abu yang menempel di dinding, di kaca, di lantai. Asap itu kan pekat ya, daun pisang sekarang ini sudah seperti kena abu gunung meletus," kata Juhaedin.

Kegiatan industri yang mencemari kawasan sekitarnya itu, kata Juhaedin, masih berlanjut sampai sekarang. Namun terjadi perubahan dalam waktu kegiatan industrinya.

Ia menyebut sejak tahun 2016, warga memprotes industri tersebut. Akhirnya pembakaran arang dilakukan hanya pada malam hari.

Meskipun begitu, dampaknya masih terasa saat malam hari. Terlebih lagi ketika musim panas kabut hitam pekat dan abu yang berterbangan jelas terlihat.

"Malam hari itu sangat akan terlihat kalau asap itu terbawa angin masuk sekolah itu, di sekitar sekolah jadi seperti kabut," kata Juhaedin.

Baca Juga: Dianggap Bukan Solusi Kurangi Polusi, Gage Disebut Rugikan Pedagang Glodok

Dampak kegiatan industri itu disebut Juhaedin, tidak berkurang dan justru semakin parah. Terlebih lagi tidak hanya pembakaran arang yang dilakukan, tapi juga peleburan timah.

"Itu ada tambahan pengecoran timah, menjadi mata perih dan sesak," tuturnya.

Kekinian, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta telah melakukan penindakan dengan meminta agar pembakaran arang dihentikan. 25 pelaku usaha yang sama di kawasan itu diminta menjadi penyalur arang.

Sebelumnya, Kepala DLH DKI Andono Warih mengatakan, pihaknya mengetahui adanya industri yang mencemar udara dari laporan warga sekitar. Bahkan, kegiatan industri itu berlangsung selama 24 jam.

Dari laporan itu, pihaknya, kata Andono, telah melakukan penelusuran. Hasil analisa DLH didapatkan parameter NO2 dan H2S melebihi baku mutu dari perusahaan tersebut.

"Paparan NO2 dengan kadar 5 ppm selama 10 menit pada manusia menyebabkan kesulitan dalam bernapas dan H2S menyebabkan bau yang mengganggu kenyamanan lingkungan," kata Andono.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI