Johan Budi Tak Setuju Revisi UU KPK, Ini Satu Pasal yang Paling Bahaya

Jum'at, 13 September 2019 | 13:33 WIB
Johan Budi Tak Setuju Revisi UU KPK, Ini Satu Pasal yang Paling Bahaya
Staf Khusus Presiden Johan Budi saat berkunjung ke kantor redaksi Suara.com. [Suara.com/Oke Atmaja]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Mantan Juru Bicara Presiden Jokowi, Johan Budi buka suara soal revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Dari pandangan pribadi, Johan Budi tidak setuju dengan adanya revisi UU KPK.

Johan mengaku sudah melihat draft dari revisi UU KPK yang dirangkai oleh DPR RI.
Menurut Johan sebagian poin dari revisi UU KPK malah memotong kewenangan KPK dan menjauhkan lembaga antirasuah itu dari niat awalnya.

"Secara pribadi kalau lihat draft revisi UU KPK yang beredar dari DPR itu ya saya tidak setuju. Secara pribadi lho" kata Johan kepada Suara.com, Jumat (13/9/2019).

"Sebagian pasal dari draft revisi yang beredar itu sebagian memangkas kewenangan KPK dan tidak sesuai dengan tujuan KPK dibentuk," lanjut Johan.

Baca Juga: Saut dan Tsani Mundur dari KPK, Masinton: Misi Serang Firli Tak Berhasil

Johan kemudian mencontohkan salah satu poin di draf revisi UU KPK yang disebutnya tidak sesuai. Salah satunya terkait KPK harus melakukan koordinasi dengan Kejaksaan Agung dalam melakukan penuntutan.

"Sebagian pasal dari daraf revisi yang beredar itu sebagian memangkas kewenangan KPK dan tidak sesuai dengan tujuan KPK dibentuk. Seperti misalnya, mengkoordinasikan penuntutan kepada Kejaksaan Agung," jelas Johan

Untuk diketahui, draf di poin revisi itu sebelumnya juga ditolak oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Saat itu Kepala Negara menilai sistem yang dijalankan di KPK selama ini sudah berjalan dengan baik.

"Sehingga tidak perlu diubah lagi," jelasnya Jokowi di Istana Negara.

Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta.  [Suara.com/Muhaimin A Untung]
Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta. [Suara.com/Muhaimin A Untung]

Berdasarkan catatan KPK,  ada 10 poin yang dianggap bisa melumpuhkan lembaga antirasuah. Berikut 10 poin Revisi UU KPK yang dimaksud:

Baca Juga: Fahri Hamzah ke Pimpinan Baru KPK: Percayalah Korupsi Bisa Dihentikan

1. KPK tidak disebut sebagai lembaga Independen yang bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun, menjadi lembaga Pemerintah Pusat, dan pegawainya berstatus ASN atau PNS.

2. Penyadapan bisa dilakukan atas izin Dewan Pengawas dan waktunya dibatasi 3 bulan.

3. Dewan Pengawas dipilih DPR dan menyampaikan laporannya ke DPR setiap tahunnya. Dewan Pengawas berwenang memberi izin untuk penyadapan, penggeledahan dan penyitaan.

4. Penyelidik KPK cuma berasal dari Polri. Adapun penyidik KPK berasal dari Polri dan PPNS (tidak ada lagi penyidik dan penyelidik independen).

5. KPK harus berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung dalam penuntutan perkara korupsi.

6. Kasus yang mendapat perhatian dan meresahkan masyarakat tidak lagi menjadi salah satu kriteria perkara yang ditangani KPK.

7. Pengambilalihan perkara oleh KPK hanya bisa dilakukan untuk proses penyelidikan. KPK tidak lagi bisa mengambil alih penuntutan sebagaimana sekarang diatur di Pasal 9 UU KPK.

8. KPK tidak berwenang lagi melakukan pelarangan bepergian ke luar negeri, menghentikan transaksi keuangan terkait korupsi, meminta keterangan perbankan, serta meminta bantuan Polri dan Interpol.

9. KPK bisa menghentikan penyidikan dan penuntutan.

10. Wewenang KPK mengelola pelaporan dan pemeriksaan LHKPN dipangkas sehingga lembaga ini hanya bisa melakukan koordinasi dan supervisi terkait LHKPN.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI