Suara.com - Berpulangnya Presiden RI ke-3, BJ Habibie pada Rabu (11/9/2019) meninggalkan sejuta kenangan bagi rakyat Indonesia. Banyak orang yang membuka memori lawas tentang Habibie saat menjabat sebagai pemimpin negara.
Ia menjabat sebagai presiden RI pada 21 Mei 1998 menggantikan Soeharto. Di masa pemerintahannya yang terbilang singkat 1 tahun 5 bulan, Habibie berhasil menerapkan berbagai terobosan untuk kepentingan negara.
Kendati demikian, ia juga pernah mengalami momen pahit saat sidang MPR tahun 1999, yang kala itu dipimpin oleh Amien Rais.
Seorang warganet bernama Muhammad Toha membagikan drama momen tersebut lewat narasi yang dituliskan di laman Facebooknya.
Baca Juga: Ini Permintaan Khusus BJ Habibie kepada Reza Rahadian
Ringkasnya, saat itu Amien Rais yang menjabat sebagai Ketua MPR menolak laporan pertanggungjawaban BJ Habibie, lantaran dianggap tak mampu menjalankan tugas sebagai presiden.
Gejala penolakan itu sudah terlihat saat Habibie melangkahkan kaki ke ruang sidang MPR pada 14 Oktober 1999 .
Tak seperti pemimpin negara lain yang disambut hormat, ia justru mendapat sorakan ejekan dari banyak orang di dalam ruangan.
Mendapat perlakuan seperti itu, suami Ainun lapang dada. Ia melemparkan senyuman ke peserta sidang sembari menuju tempat duduknya.
Pun saat menyampaikan pidato berisi pertanggungjawaban presiden termasuk keberhasilannya mengangkat ekonomi Indonesia, ia justru dibanjiri hinaan serta cemoohan dari peserta lainnya.
Baca Juga: Try Sutrisno: Semoga Pak Habibie Dapat Tempat yang Indah
Meski begitu, Habibie kembali memaklumi perlakuan buruk yang ia dapat. Setelah merenung, pada 20 Oktober 1998 malam ia tidak bisa menyembunyikan kesedihan yang dirasakan.
Walhasil, ia pamit sebagai presiden dan memilih menepi dari kekacauan politik Indonesia.
Paling menjadi sorotan, semenjak saat itu hingga akhir hayatnya, Habibie tak pernah tergiur kembali ke dunia politik Tanah Air. Ia memilih cara lain untuk membesarkan bangsa dan negaranya.
Selengkapnya, berikut narasi detik-detik BJ Habibie dilengserkan Amien Rais dalam sidang MPR 1999 versi Muhammad Toha yang viral di media-media sosial.
B.J Habibie
Negeri ini pernah menghina-dinakan dirinya laiknya pendosa tak terperi. Di gedung terhormat yang diisi oleh para orang-orang terhormat, dia dipermalukan seperti begal tak berharga.
Pada 14 Oktober 1999 silam, di Sidang Istimewa MPR, hari itu B.J Habibie sebagai Presiden yang menjabat pasca lengsernya Soeharto, memasuki ruang sidang istimewa MPR yang dipimpin oleh Amien Rais sebagai ketuanya.
Adalah kelaziman protokoler, apabila seorang presiden memasuki ruangan, maka seluruh hadirin menyambutnya dengan berdiri. Tetapi di layar tivi yang menyiarkan acara ini ke seantero nusantara, pemirsa menyaksikan bagaimana selangkah setelah kaki Habibie memasuki ruangan sidang, gedung MPR tiba-tiba bergemuruh dengan suara: Huuuuuuuuuuuuu berkepanjangan! Koar itu bergema dari mulut hampir seluruh peserta sidang, dan ditimpali pula oleh teriakan ejekan dari beberapa lintir orang.
Di tivi, Habibie melangkah ringan menuju samping podium dengan tetap melempar senyum lebar ke arah para anggota majelis, yang sebagian tak beranjak dari duduknya. Cemohan itu baru berhenti setelah Habibie menempati tempat duduknya. Habibie disidang seperti pesakitan!
Cukup sampai disitu? Tidak! Hinaan dan cemoohan itu justru berlanjut manakala Habibie berdiri di podium kenegaraan, untuk menyampaikan laporan pertanggungjawaban presiden.
Hampir sejam Habibie menyampaikan pidato yang berisi keberhasilan Indonesia yang mampu entas dari keterpurukan ekonomi dan politik pasca tumbangnya Soeharto, tapi tak sekalipun applause tepuk tangan menyambut pidatonya. Justru, berulang kali pidatonya terinterupsi oleh suara gaduh dan teriakan, yang tak sekalipun ditegur oleh pimpinan sidang.
Sementara anggota yang tak gaduh dan berteriak, lebih memilih lelap dan tertidur. Puncaknya ketika pada 20 Oktober 1999, palu sidang yang diketok Amien Rais, menyatakan secara bulat penolakan pertanggungjawaban Habibie sebagai presiden.
Artinya; Habibie dianggap tak becus mengemban amanat sebagai presiden, dan kerja kerasnya memulihkan keterpurukan Indonesia, tak dianggap punya nilai apa-apa.
Bagi pria kelahiran Pare-pare ini, cemoohan dan hujatan sejatinya tak pernah membuatnya risau. Sebab nyaris tiap kesempatan selama setahun lebih menjadi Presiden, dirinya tak pernah lepas dari hujatan. Pria yang kala senggang jarinya tak pernah lepas dari tasbih ini, memaklumi hujatan itu sebagai eforia kebebasan pasca reformasi.
Tetapi, tatkala kerja keras dan segala daya upayanya dicampakkan sebagai hal yang tak bernilai, B.J Habibie tak mampu menutupi kesedihan hatinya.
Di malam hari setelah MPR menolak pertanggungjawabannya, Habibie menyampaikan pidato yang secara tersirat hendak pamit dari hiruk pikuk dunia politik Indonesia. Dia hendak menepi serta menarik diri dari segala tetek bengek politik dan kekuasaan.
Dan Indonesia kini benar-benar menyaksikan bagaimana setelah meletakkan jabatannya sebagai presiden, Habibie tak sedikitpun tergiur untuk kembali ke dunia politik dan kekuasaan.
Tatkala beberapa mantan pejabat begitu sulit melepaskan diri dari post power syndrome alias sindrom ingin berkuasa kembali, Habibie justru tetap hening dan tak terpancing untuk tampil kembali.
Habibie memang berhasil menepi dan menarik diri..tetapi beliau tidak bersemedi.
Di hari tuanya sepeninggal Ibu Ainun, beliau masih tetap berkontribusi bagi negeri dengan begitu banyak sumbangsih ilmu dan terobosan teknologi. Habibie memilih menjadi guru bangsa dan teladan abadi, kendati negeri ini pernah mencaci maki dan menghinanya.
Selamat jalan Professor Habibie..Doa tulus dari kami anak negeri, semoga tempat terbaik untukmu. Alfatihah.