Murka BJ Habibie saat Banyak Perempuan Tionghoa Diperkosa Mei 1998

Kamis, 12 September 2019 | 16:08 WIB
Murka BJ Habibie saat Banyak Perempuan Tionghoa Diperkosa Mei 1998
FOTO DOKUMENTASI. Presiden ke-3 Republik Indonesia BJ Habibie melambaikan tangan saat akan menghadiri Sidang Tahunan MPR Tahun 2015 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (14/8/2015). Presiden BJ Habibie meninggal dunia pada hari Rabu (11/9/2019) di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta pukul 18.05 WIB. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/wsj.
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Komisioner Komnas Perempuan Mariana Amiruddin mengenang jasa BJ Habibie saat merespons terjadinya kerusuhan pada 1998.

Presiden ke-3 RI tersebut, dulu turun tangan menangani kasus perkosaan massal yang dialami perempuan etnis Tinghoa.

Situasi krisis politik dan ekonomi pada1998 begitu menyudutkan BJ Habibie sebagai presiden yang baru dilantik. Ia dituntut mengambil keputusan di balik berbagai kekacauan yang terjadi.

Mariana Amiruddin lantas teringat pernyataan Habibie saat peringatan tragedi Mei 1998 di TPU Pondok Rangon pada 2017.

Baca Juga: Ilham Habibie: Bapak Punya Wasiat di Jerman, Amerika, Inggris, dan Arab

Hal itu tertuang dalam tulisan pendek yang disebar Mariana melalui akun pribadinya, Kamis (12/9/2019).

Saat itu, tulis Mariana, suami Ainun duduk bersama sejumlah aktivis Komnas Perempuan seperti Saparinah Sadli, Syamisah Ahmad dan Eyang Sri.

BJ Habibie lalu membuka memori lama saat menjadi presiden yang harus mendengarkan rakyat namun juga harus mengambil keputusan di masa-masa transisi kepemimpinan Soeharto dan dirinya.

"Tidak mudah karena dalam situasi krisis dan masa transisi, dimana banyak terjadi konflik, keinginan berpisah dari Indonesia, saya sebagai presiden harus berperan untuk mendengarkan suara rakyat. harus merendah hati dihadapan rakyat, karena suasana masih panas dan sensitif," terang Habibie kala itu.

Salah satu polemik yang tak terlupa yakni kasus kekerasan seksual yang menimpa wanita, di mana banyak etnis Tionghoa yang mengalami perkosaan dan pembunuhan. Sejumlah pihak mendesak Habibie untuk menuntaskan kasus itu.

Baca Juga: Kisah BJ Habibie dan Pesawat Pertama Indonesia N250 Gatot Kaca

Walhasil, pria kelahiran Parepare itu pun mengambil kebijakan untuk membentuk tim gabungan pencari fakta yang berasal dari masyarakat sipil agar objektif.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI