Soeharto yang Tak Lagi Mau Ketemu, BJ Habibie: Pak Saya Juga Manusia

Kamis, 12 September 2019 | 13:18 WIB
Soeharto yang Tak Lagi Mau Ketemu, BJ Habibie: Pak Saya Juga Manusia
Presiden Indonesia Suharto (kanan) berjabat tangan dengan Wakil Presiden Indonesia B.J. Habibie (kiri) sebelum naik pesawat Garuda yang akan membawanya ke Mesir.
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

"Pertama, karena anda selama menjadi wakil presiden tidak mengakomodasi kepentingan anak-anak Pak Harto,"  katanya.

"Pada saat menyusun menteri-menteri di dalam kabinet, ada 14 menteri yang kemudian mbalelo, menolak untuk masuk dalam kabinet, tapi sebelum itu mereka menghubungi Anda, sehingga bisa diduga bahwa itu adalah konspirasi antara anda dan para menteri untuk menggulingkan Pak Harto?"

"Yang terakhir, karena Anda tidak mau mundur bersama-sama Pak Harto pada saat Pak Harto mundur. Di antara ketiga ini mana yang paling mendekati kebenaran menurut perasaan Anda?" tanya Andy F Noya pada BJ Habibie, yang menjadi bintang tamu program gelar wicaranya.

Presiden pembuka gerbang reformasi itu langsung menepis analisis pertama yang disebutkan Andy F Noya.

Baca Juga: Bela Eggi Sudjana, BPN: People Power Zaman Pak Harto Masalah Enggak?

"Tidak pernah saya alami permintaan atau penugasan dari Pak Harto kepada saya untuk melaksanakan sesuatu yang sekarang dinamakan KKN," ungkapnya.

Kemudian, sebelum menanggapi analisis kedua, BJ Habibie menjawab untuk yang ketiga.

Dia menegaskan, sudah kewajiban baginya sebagai wakil untuk meneruskan kepemimpinan presiden yang mundur.

"Kalau presiden berhalangan, maka saya berkewajiban untuk melanjutkan perjuangan bangsa Indonesia, yang tercantum dalam ketetapan-ketetapan MPR," tegasnya.

Lalu, tibalah waktunya BJ Habibie memberi respons yang sudah dinanti-nanti Andy F Noya dan penonton di studio, tentang tudingan konspirasi menjatuhkan Soeharto.

Baca Juga: Andi Arief: Pak Harto Masuk Kakbah Tapi Turun Tragis 1998

"Orde baru itu dipimpin oleh dua: satu presiden terpilih yang menjadi pimpinan eksekutif dari pemerintah, yang satu adalah koordinator atau ketua harian dari, kalau di dalam sistem parlementer, dari, dalam hal ini, fraksi-fraksi yang bersatu, sehingga memiliki suara lebih dari 50 persen. Artinya bahwa koordinator dan ketua harian dari keluarga besar Golkar, yang terdiri dari tiga fraksi itu harus secara regular berunding dengan presiden terpilih," tutur politikus Golkar itu.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI