Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar konferensi pers terkait pelanggaran etik yang dilakukan mantan Deputi Penindakan KPK Inspektur Jenderal Firli Bahuri pada Rabu (11/9/2019).
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menyebut lembaga antirasuah tersebut bertanggung jawab kepada publik atas pelaksanaan tugasnya, di antaranya membuka akses informasi pada publik dan karena ada kesimpangsiuran informasi yang beredar di masyarakat.
"KPK perlu menjelaskan beberapa hal secara resmi terkait dengan proses pemeriksaan etik terhadap mantan Deputi Bidang Penindakan KPK," kata Saut di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (11/9/2019).
Menurut Saut, pihaknya telah menerima laporan Direktorat Pengawasan Internal KPK bahwa Firli melakukan pelanggaran berat. Hal tersebut sebagaimana disampaikan Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat (PIPM) tertanggal 23 Januari 2019.
Baca Juga: Ini Harta Kekayaan 10 Capim KPK Jilid V, Irjen Firli Terkaya
"Perlu kami sampaikan hasil pemeriksaan Direktorat Pengawasan Internal adalah terdapat dugaan pelanggaran berat," ujar Saut.
Adapun Firli melakukan pelanggaran berat setelah terbukti melakukan pertemuan sebanyak dua kali dengan mantan Gubernur NTB, Tuan Guru Bajang saat acara Harlah GP Anshor ke-84 di Mataram pada Sabtu (12/5/2018) lalu.
Kemudian, pertemuan kedua dengan Firli terjadi pada 13 Mei 2018 dalam acara farewell and welcome game tennis Danrem 162/WB di Lapangan Tenis Wira Bhakti. Dalam pertemuan tersebut, Firli dan TGB duduk berdampingan dan berbicara.
Selanjutnya, Firli juga melakukan pelanggaran etik dalam kasus Dana Alokasi Khusus (DAK) yang menjerat Yaya Poernomo. Saat itu, pada tanggal 8 Agustus 2018, KPK menjadwalkan pemeriksaan ulang untuk inisial BA pejabat di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk tersangka Yaya Purnomo.
Kemudian, pada 1 November 2018 malam hari, Firli pun bertemu dengan pimpinan salah satu parpol di salah satu hotel yang ada di Jakarta.
Baca Juga: Nama Firli Lolos 10 Capim KPK, Pansel: Semua Ada Catatan
Tsani menyebut pertemuan-pertemuan tersebut tidak ada hubungan dengan tugas Firli sebagai Deputi Penindakan KPK.
Menurut Tsani pun, Firli juga tidak pernah meminta izin melakukan pertemuan dengan pihak yang terkait perkara ataupun pihak yang memiliki risiko independensi.
"Tidak melaporkan seluruh pertemuan-pertemuan tersebut kepada pimpinan KPK," ujar Tsani.
Sehingga, dalam proses yang dilakukan pengawas internal KPK terhadap Firli menyatakan pertemuan tersebut terlarang bagi pegawai KPK.
"Dari pendapat ahli hukum dan etik yang dilibatkan KPK, pertemuan tersebut termasuk pertemuan yang dilarang bagi pegawai KPK," tutup Tsani.