Suara.com - Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PKS, Nasir Djamil menyebut Undang-undang nomor 30 tahun 2002 tentang KPK sudah sepatutnya harus dievaluasi.
Nasir mengklaim, maksud evaluasi agar tujuan pemberantasan korupsi bisa terwujud lewat revisi UU KPK.
"UU KPK ini usianya sudah 17 tahun dan harus dievaluasi ya UU-nya dan plus keberadaannnya dan hasil guna. Dan daya guna pemberantasan korupsi itu bisa terwujud yang bisa diharapkan," ujar Nasir dalam diskusi bertajuk 'KPK Adalah Kunci' di D'Consulate, Jakarta Pusat, Sabtu (7/9/2019).
Nasir menilai setiap ada perubahan UU KPK selalu ada anggapan bahwa revisi UU KPK melemahkan atau menguatkan. Karena itu ia meminta seluruh masyarakat untuk berpikir jernih menyikapi RUU KPK.
Baca Juga: ICW soal RUU KPK: Bola Panas Ada di Jokowi
"Seolah yang ingin revisi UU KPK ingin melemahkan kemudian orang yang di luar mengatakan mari kita kuatkan KPK. Kita harus berada di tengah. Karena sebaik-baik perkara ada di tengah. Jadi sehingga kemdian kita tidak ke kiri dan di ke kanannya tidak termasuk golongan yang ingin melemahkan atau yang termasuk yang menguatkan," katanya.
Nasir pun menganggap sangat berbahaya jika seseorang terlalu kuat, termasuk KPK. Menurutnya jika KPK terlalu kuat akan sewenang-wewenang. Karena itu perlu adanya evaluasi lembaga antirasuah itu.
"Kalau orang terlalu kuat bahaya. Kita di tengah enggak kuat, enggak lemah, kalau (KPK) terlalu kuat kemudian yang ada instrument yang mengawasi kekuatan itu akan sewenang-sewenang. Oleh karena itu harus dudukkan perkaranya harus evaluasi. Jangan terpengaruh ingin kuat ingin lemah," kata dia.
Karena itu ia tak ingin KPK tidak bisa dikontrol karena ada instrumen pengawasnya.
"Jangan sampai KPK tidak bisa dikontrol, enggak boleh juga di KPK bilang kami mengontrol sendiri, kami prudent. Kami menjalankan SOP," katanya.
Baca Juga: ICW Sebut Polemik RUU KPK Cuma Jokowi yang Bisa Hentikan