Digugat Rp 2,2 Triliun Lebih, Ini Penjelasan Sushi Tei Indonesia

Jum'at, 06 September 2019 | 17:44 WIB
Digugat Rp 2,2 Triliun Lebih, Ini Penjelasan Sushi Tei Indonesia
Sushi Tei. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - PT Sushi Tei Indonesia (STI) menanggapi gugatan mantan presiden direkturnya Kusnadi Rahardja yang menuding mereka telah melakukan perbuatan melawan hukum. Konflik internal restoran waralaba asal Singapura ini bermula sejak 2018.

Kuasa hukum PT STI James Purba menceritakan masalah ini bermula sejak pertengahan 2018 saat Kusnadi mengaku memiliki saham di perusahaan lain, hal ini dianggap berpotensi menimbulkan konflik kepentingan. Itu lah yang menjadikan alasan Kusnadi dicopot sementara sebagai presiden direktut STI.

"Berdasarkan pasal 101 undang-undang Perseroan Terbatas, maka setiap direksi dari suatu PT wajib menyampaikan informasi apakah yang bersangkutan punya kepentingan atau saham di perusahaan lain. Nah pada saat itu Pak Kusnadi hanya menyatakan punya saham di Sushi Tei. Ternyata belakangan dia punya banyak usaha sebagai pemilik atau pemegang saham di Boga Group," kata James saat dihubungi Suara.com, Jumat (6/9/2019).

Setelah itu, Kusnadi mengirim surat mengirim surat via email yang berisi diri bahwa tidak bisa melanjutkan tugas-tugasnya sebagai direksi.

Baca Juga: Konflik Internal, Sushi Tei Indonesia Digugat Rp 2,2 Triliun Lebih

"Kemudian dia minta negosiasi soal saham," tambah James.

Oleh karena itu, rapat dewan komisaris pada 2 Juli 2019 memutuskan Kusnadi diberhentikan sementara sebagai presiden direktur untuk menghindari konflik kepentingan.

"Karena beliau ini juga ada konflik of Interest karena punya usaha saingan Boga Group lalu diputuskanlah oleh komisaris tanggal 2 Juli 2019 itu diberhentikan sementara menurut ketentuan yang ada (pasal 106 undang-undang PT)," jelas James.

Berdasarkan undang-undang, Kusnadi sebenarnya memiliki waktu 30 hari setelah diputus berhenti sementara untuk melakukan pembelaan diri sebelum digelar Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB). Namun langkah itu tidak dilakukan Kusnadi, bahkan pada saat RUPSLB digelar di Hotel Dharmawangsa, Jakarta pada 22 Juli 2019, Kusnadi sebagai pemegang 24 persen saham PT STI tidak hadir.

"Pak Kusnadi tidak hadir tetapi mengirimkan perwakilan melalui kuasanya sebagai pemegang saham, lalu berdasarkan hasil keputusan RUPS itu ya memang diambil keputusan memberhentikan yang bersangkutan secara permanen," tutup James.

Awal kasus

Kusnadi menggugat PT STI, jajaran direksi, dan pihak lain karena dianggap telah melakukan perbuatan melawan hukum atas pemecatan dirinya. Total 14 pihak menjadi tergugat dalam kasus ini.

Total ada 14 pihak tergugat diantaranya PT Sushi-Tei Indonesia sebagai tergugat I, Janice Lee Lai Yin (tergugat II), Chew Sok Choo (tergugat III), Luciana Jinardi Jie (tergugat IV), Sonny Kurniawan (tergugat V), Allen Tan Han Loong (tergugat VI), Kota Igarashi (tergugat VII), Sng Yeow Hua (tergugat VIII).

Kemudian, Sushi Tei Pte Ltd (tergugat IX), Sirius Corp Limited (tergugat X), Mizuho Asia Partners Pte Ltd (tergugat XI), Notaris Zulkifli Harahap (Tergygat XII), Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum dan HAM RI (tergugat XIII), dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (tergugat XIII).

Gugatan itu sudah teregister di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan nomor gugatan 652/Pdt.G/2019/PN.Jkt.Sel pada 8 Agustus 2019, Kusnadi menunjuk Yefikha dan Oktavianus Wijaya Sakti dari kantor hukum Hotman Paris & Partners sebagai kuasa hukum.

PT Sushi Tei Indonesia dianggap melakukan perbuatan melawan hukum karena telah mengganti Kusnadi Rahardja sebagai presiden direktur tanpa disetujui oleh 100 persen pemegang saham.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI