TII: Jika Jokowi Setuju Revisi UU KPK, Penegakan Hukum Korupsi Akan Suram

Jum'at, 06 September 2019 | 14:50 WIB
TII: Jika Jokowi Setuju Revisi UU KPK, Penegakan Hukum Korupsi Akan Suram
Presiden Joko Widodo (Jokowi). (Suara.com/Umay Saleh)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Transparency International Indonesia (TII) mendesak Presiden Joko Widodo atau Jokowi menolak pembahasan revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi atau Revisi UU KPK. Jokowi jangan kirim Surat Presiden (Surpres) ke DPR RI.

Jokoqi harus tahu terhadap inisiatif revisi UU KPK tersebut dan sudah sepatutnya memerankan dirinya sebagai penjaga terdepan independensi KPK dengan segera memutuskan untuk tidak mengirimkan surat persetujuan ke DPR.

"Transparency International Indonesia mendesak agar Presiden menolak pembahasan revisi UU KPK dengan tidak mengirimkan Surpres," ucap Sekjen TII Dadang Trisasongko dalam keterangan tertulisnya, Jumat (6/9/2019).

"Situasi ini semakin krusial mengingat sejak ditundanya pembahasan revisi UU KPK pada 2016 silam, pemerintah tidak melakukan kajian evaluasi yang komprehensif terhadap RUU KPK dan juga tidak melakukan sosialisasi ke masyarakat," lanjut Dadang.

Baca Juga: Jokowi Masih Tolak Komentar Revisi UU KPK karena Belum Lihat Isinya

Selain itu, kata dia, pihaknya juga mendesak agar DPR untuk segera menarik revisi UU KPK yang telah disepakati. Sebab poin-poin perubahan yang diusulkan sangat berpotensi mengurangi kewenangan dan independensi yang dimiliki KPK saat ini.

Hal itu, kata dia, diperkuat dengan tidak adanya basis kajian mendalam terhadap revisi UU KPK yang diikuti dengan tidak adanya proses yang transparan, akuntabel, dan partisipatif.

"Kondisi ini justru akan berdampak buruk bagi penegakan hukum korupsi di Indonesia," kata Dadang.

Sebelumnya, Ketua KPK Agus Rahardjo menyatakan terdapat sembilan persoalan di draf Rancangan Undang-Undang KPK yang berisiko melumpuhkan kerja KPK, yaitu independensi KPK terancam, penyadapan dipersulit dan dibatasi, pembentukan Dewan Pengawas yang dipilih oleh DPR, sumber penyelidik dan penyidik yang dibatasi, penuntutan perkara korupsi harus berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung.

"Selanjutnya, perkara yang mendapat perhatian masyarakat tidak lagi menjadi kriteria, kewenangan pengambilalihan perkara di penuntutan dipangkas, kewenangan-kewenangan strategis pada proses penuntutan dihilangkan, dan kewenangan KPK untuk mengelola pelaporan dan pemeriksaan LHKPN dipangkas," ucap Agus.

Baca Juga: Fahri Hamzah Yakin Jokowi Setuju dengan Revisi UU KPK

Terkait hal itu, kata Agus, KPK pun menolak revisi UU KPK tersebut.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI