Suara.com - Aliansi Jurnalis Independen Jakarta mengecam tindakan intimidasi terhadap jurnalis Aljazeera, Febriana Firdaus.
Anggota AJI Jakarta tersebut mendapat intimidasi setelah memberitakan terkait korban kerusuhan di Papua dan Papua Barat.
Ketua AJI Jakarta Asnil Bambani menuturkan, Febrian menjadi korban kekerasan dalam bentuk perundungan di media sosial hingga mendapat ancaman melalui sebuah pesan singkat.
Selain itu, Febrian disebut Asnil juga menjadi korban doxing atau pelacakan dan pembongkaran identitas jurnalis yang menulis tidak sesuai aspirasi politik pelaku, lalu menyebarkannya ke media sosial untuk tujuan negatif.
Baca Juga: Banyak Jurnalis Alami Kekerasan, AJI Jakarta Desak Polri Usut Tuntas
"Akun Facebook, Twitter dan Instagram @maklambeturah menyebarkan akun pribadi Febriana terkait pemberitaan korban kerusuhan di Papua. Pemilik akun tersebut menyangsikan jumlah korban yang ditulis Febriana karena berbeda dengan versi pemerintah. Sementara penulis telah mengonfirmasi kepada bupati dan pihak gereja setempat," kata Asnil lewat keterangan tertulis yang diterima Suara.com, Kamis (5/9/2019).
Akibatnya, kata Asnil, kekinian Febriana banyak menerima pesan bernada ancaman di media sosial. Salah satunya dari pemilik akun Twitter @ilhamAziz31 yang memperingatkan bahwa intelijen telah mengawasi aktivitas Febriana dan meminta membangun narasi konstruktif.
"Usai teror itu, ruang gerak Febriana terbatas. Dia merasa gerak-geriknya diawasi. Kerja-kerja jurnalistiknya pun terganggu. Sejumlah materi pemberitaan terkait Papua telah dia kantongi. Namun karena pertimbangan keselamatan diri, Febriana menunda laporan jurnalistiknya," ujarnya.
Asnil menilai, informasi yang disebarkan @maklambeturah berupaya memojokkan dan memicu intimidasi terhadap Febriana yang berprofesi sebagai jurnalis.
Padahal, menurut Asnil, apa yang dikerjakan Febriana melalui medianya adalah hal standar yang dilakukan jurnalis sebagaimana diamanatkan Kode Etik Jurnalistik.
Baca Juga: AJI Jakarta Desak Polisi Usut Kekerasan Jurnalis Hingga ke Pengadilan
"Febriana berusaha menyampaikan informasi seobyektif mungkin dan menerbitkannya setelah melalui proses verifikasi," ucapnya.
Asnil mengingatkan kepada semua pihak bahwa jurnalis dalam menjalankan profesinya dilindungi secara hukum.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers telah mengatur mekanisme hak jawab, hak koreksi atau pengaduan kepada Dewan Pers apabila ada pihak yang ingin memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan.
"Undang-undang tersebut juga mengamanatkan pers untuk ikut menegakkan nilai-nilai demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan hak asasi manusia, serta menghormati kebinekaan," tegasnya.
Asnil juga mengingatkan kepada para jurnalis dalam pemberitaan terkait isu Papua untuk tetap bersikap independen serta tidak memihak kedua kubu, baik kelompok pro-kemerdekaan Papua maupun pro-pemerintah.
"Jurnalis harus melakukan verifikasi atas semua informasi, baik itu informasi dari pemerintah maupun informasi dari kelompok warga di Papua," pintanya.